Hari ini bulan Ramadan baru memasuki minggu kedua bulan ramadan, di mana umat muslim berpuasa dan menahan diri mulai dari makan, minum sampai ke kebiasaan buruk sendiri dan perilaku tidak baik kepada sesama.
Saya bukan muslim tapi saya kagum akan kiprah sang ulama, KH Said Aqil Siroj, Ketua PBNU. Bahkan pada saat acara Islam Nusantara saya ikut menghadiri pada tahun lalu. Sempat pula meminta berfoto bersama. Tapi sayangnya ada orang lain yang ikutan nimbrung berfoto dengan kami. Ah sudahlah, yang penting tujuan sudah tercapai.
Beberapa hari yang lalu saya tidak sengaja membaca salah satu kolom di harian Kompas yang berjudul "Kembali ke Literasi" yang penulisnya adalah KH Said Aqil Siradj. Menarik sekali menurut saya. Artikel ini dimuat beberapa hari sebelum puasa dimulai. Cocok sekali bagai renungan untuk warganegara Indonesia dalam menyambut bulan puasa juga untuk saya agar lebih mawas diri dalam berkehidupan sehari-hari.
Membacanya sepertinya harus dikemukakan terlebih dahulu pengertian dari literasi, agar tidak ada salah kaprah atau misinformasi di antara kita. Saya mencoba di KKBI daring ternyata tidak dimuat, jadi bertanyalah kepada mesin pencari dan keluarlah hasil sebagai berikut. Literasi adalah kemampuan seseorang dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan proses membaca dan menulis.
Mengapa seorang "the real ulama", Said Aqil Siradj merasa perlu untuk menggaungkan kata-kata ini ? Ternyata akibat pesta demokrasi yang baru diadakan secara besar-besaran di NKRI, banyak pengorbanan yang keluarkan. Dimulai dari pikiran, tenaga, airmata bahkan darah tertumpah.
Di mana ada kegembiraan caleg yang terpilih di sana ada kesedihan kandidat yang tidak lolos. Ditambah tragedi kematian mulai dari caleg depresi sampai bunuh diri hingga petugas KPPS dan para bhayangkara meninggal saat bekerja atau sesudah bekerja. Ditambah isu-isu yang tidak mengenakkan mengenai kematian mereka diduga diracun sangatlah tidak berperikemanusiaan. Diperkeruh seorang dokter yang berkomentar di layar TV mengenai penyebab kematian mereka tanpa melihat keadaan di lapangan atau pun data-data sebenarnya.
Oleh karena banyak kabar-kabar bohong alias hoaks tersembur dengan hebatnya diiringi ujaran kebencian membabi buta, sehingga diperlukan gerakan literasi. Agar berlaku dua arah, bagi penulis dan pembaca informasi.
Jadi menurut KH Said Aqil penguatan literasi sangat diperlukan disebabkan "militasi kalap" serta makin tingginya fenomena "kematian kepakaran".
Negri kita bisa dibilang "panen" orang-orang berpendidikan dengan berbagai level. Banyak dari lulusan universitas berlabel hebat di dalam ataupun luar negri. Kaum terpelajar makin bertambah banyak seiring meningkatnya kesejahteraan. Kemajuan ini tentunya membanggakan, bukan ?
Satu trend terbaru bahwa kesadaran beragama menunjukkan peningkatan. Rumah ibadah makin penuh sehingga makin bertambahlah pembangunannya, seiring kegiatan beragama makin masiv. Kesadaran beragama sekarang lebih cenderung ditunjukkan dengan cara berpakaian dan bertutur kata. Hal ini berlaku dalam dunia nyata dan maya alias media sosial.
Sayangnya pada saat pendidikan dan keberagamaan meningkat, hoaks dan ujaran kebencian juga makin mengikuti, terutama yang berurusan dengan politik.