Lihat ke Halaman Asli

Lisa Selvia M.

Literasi antara diriku, dirimu, dirinya

Berwisatalah ke Balai Kota Jakarta Sebelum Dilarang

Diperbarui: 29 Agustus 2017   10:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemandangan dari jendela Balai Kota (dok. pribadi)

Komentar ini dilontarkan oleh salah satu staf di Balai Kota Jakarta pada saat pemandu wisata sedang mengantar rombongan dalam rangkaian tur Wisata Kreatif Jakarta melihat warisan Basuki Tjahaja Purnama atau dilebih dikenal sebagai Ahok. Mendengar hal ini saya semakin tertarik untuk mengikuti jadwal tur minggu selanjutnya. Menurut pemandu wisata tur ini, tidak disangka peserta yang mendaftar membludak. Rencana awal hanya dibuat 1 hari akhirnya dibuat beberapa hari. Mungkin juga dikarenakan waktu untuk berkunjung terbatas hanya dibuka setiap hari Sabtu dan Minggu serta ketidakjelasan wisata ini akan tetap dibuka setelah bulan Oktober ini atau tidak.

Entah mengapa hari Minggu siang ini jalanan menuju daerah Monas begitu macet. Saya tidak menyangka karena tidak biasa keluar rumah pada waktu-waktu seperti ini. Setelah mendapatkan tempat parkir mobil di IRTI Monas, saya berlari lari manis menyebrang ke arah balai kota. Sesampainya di sana rombongan sudah berjalan keluar menuju ke tujuan selanjutnya yaitu Kali Jodo. Kami akan menumpang bus tingkat wisata Transjakarta atau disebut Bus Jakarta Explorer dimana pengadaan bus ini diperoleh dari program CSR perusahaan dan kompensasinya nama mereka diiklankan di luar badan bus ini. 

Selama menunggu bus wisata gratis ini datang, disarankan agar membuat antrian. Karena bus tidak akan mengangkut penumpang yang tidak mengantri. Sayangnya tidak semua orang mengetahui hal ini. Rombongan kami sudah membuat antrian terlebih dahulu. Tapi kebanyakan orang tidak mengerti jadi pada saat bus datang terjadilah aksi dorong-mendorong yang heboh. Saya harus teriak-teriak agar jangan mendorong karena ada banyak warga senior di sini. Setelah diatur petugas layanan bus, ternyata hampir semua penumpang bisa diangkut. Dan berangkatlah kami dengan bahagia menuju RPTRA Kalijodo. Sambil berharap jodoh, gurau pemandu wisatanya yang masih lajang ini.

dok. pribadi

Ada peraturan di dalam bus dilarang makan dan minum. Tapi baru diketahui setelah kami mengupas cemilan telur puyuh rebus yang dibeli di abang penjual asongan yang membantu menertibkan antrian tadi. Maafkan kami, Bapak Petugas Layanan Bus yang budiman. Dengan segera kami membersihkan sisa sampah yang tercecer di bangku.

Tibalah kami di RPTRA Kali Jodo yang salah satu penggagasnya Veronica Tan, istri Ahok. Ternyata hari ini sedang ada acara dalam rangka hari anak jadi tidak heran akan suara lagu anak-anak yang terus berkumandang. Pemandu tur kami langsung memberi pengarahan yang tampaknya harus dibantu pakai bahasa isyarat karena suaranya kalah keras dengan suara pelantang di sana. Di waktu bebas kami manfaatkan untuk berfoto-foto di mural yang keren itu. Dilanjutkan menuju Wihara Satrya Dharma yang tidak jauh dari situ dengan menaiki odong-odong yang kebetulan mau mengantarkan kami ke sana.

Setelah dari sana saya kembali ke Balai Kota sendirian disambut hujan yang deras, dengan bermodalkan no. ponsel salah satu pemandu wisata khusus di dalam area itu berharap dipandu solo. Sayangnya setelah sampai di sana ternyata dia sudah pulang. Mungkin waktunya juga sudah mepet karena balai kota terbatas dibuka untuk umum hanya sampai jam 4 sore. Jadi berkelilinglah saya sendirian di dalam. Mulai dari pemandangan menyejukkan taman plus air mancurnya, foto-foto para mantan Gubernur Jakarta, ruang tamu VIP gubernur yang dulunya hanya menerima pejabat-pejabat tinggi termasuk dubes asing tapi sejak era Ahok semua orang dianggap penting, ruang meeting saksi bisu Ahok sedang marah-marah di sini sampai toiletnya yang membuat saya betah berlama-lama di sini karena kebersihannya. Sayang karena kurang info saya tidak berkunjung ke Smart City Center yang terletak di lantai 3, tempat Pemda DKI mengawasi kebutuhan warga Jakarta melalui sistem teknologi yang canggih. Juga Masjid Fatahillah yang spesial dibangun pada saat kepemimpinan Ahok karena sebelumnya hanya berupa mushola. Katanya beliau malu kalah dengan kantor-kantor walikota Jakarta punya masjid sendiri dan bagus-bagus pula.

dok. pribadi

Tiba-tiba saya teringat akan komentar salah satu penjaga keamanan yang menjaga pintu masuk balai kota ketika saya bertanya kesan-kesannya dia terhadap seluruh gubernur yang pernah jadi atasannya. Jawab dia, semua gubernur berkesan, tetapi yang paling perhatian adalah Ahok karena telah menaikkan gaji mereka menjadi setara dengan UMR yang ternyata berlipat-lipat dari gaji dia sebelumnya.

Titik-titik hujan sudah mulai mereda, tanda waktu pulang. Seraya menjejakkan kaki ke pedestrian yang masih basah, saya mengingat warisan dari Gubernur Basuki Tjahaja Purnama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline