Lihat ke Halaman Asli

Lisa Noor Humaidah

Penikmat buku dan tulisan

Tentang Tabu Seksualitas

Diperbarui: 23 Desember 2020   19:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Taboo karya David Stenmarck. Sumber: creativemornings.com

Salah satu serial di jaringan Netflix dengan topik seksualitas yang saya tonton di masa awal-awal pandemi adalah Sex Education (sesi musim pertama dan kedua), total 16 seri. Kabarnya akan tayang sesi musim ketiga tahun depan. Film ini berlatar belakang kehidupan remaja di kota pinggiran di Inggris. Remaja yang dimaksud di sini berusia 15 sampai 18 tahun.

Serial yang menarik, bergenre komedi, termasuk banyak digemari. Sebagaimana judulnya, isinya memang tentang urusan seks dan seksualitas yang menurut saya bernas, sangat berisi. Dikemas dengan cerita remaja yang apik. Tidak porno walaupun banyak urusan paling intim dibahas. Ringan dan banyak mengundang tawa. Seperti halnya membincangkan hal-hal seru dengan teman sebaya. Tanpa ada rasa canggung, atau malu.

Menyentuh bahkan membuat terharu karena cerita persahabatan yang saling mendukung. Konflik yang melibatkan perasaan, emosi karena perbedaan pendapat, rasa perhatian, rasa takut, hasrat yang bergelora, dan seterusnya.  

Banyak review dari pengamat maupun penggemar film berkomentar positif. Salah satunya menyebutkan pesan dari serial ini  bagaimana seks mempengaruhi remaja secara sosial dan psikhologis. 

Paling menarik karena serial ini tidak sedikitpun menghakimi tentang seksualitas dan hasrat. Bahkan serial ini mengajarkan baik saja jika merasakan apa yang kita rasakan. Itu proses yang alamiah. Manusiawi. Tentang cara dan bagaimana memahami tubuh kita. Tidak apa-apa juga kalau merasa bingung. Kita bisa mencari tahu, bertanya dan mendiskusikannya.

Kekuatan film ini karena karakter para tokohnya. Penulis cerita tidak takut menunjukkan kekurangan-kekurangan mereka sebagai pribadi dengan berbagai masalah. 

Menyegarkan melihat beberapa aspek terkait dengan maskulinitas positif dengan Otis Milburn (si tokoh utama), laki-laki heteroseksual berkulit putih yang bersahabat dengan Erick Effiong, laki-laki gay berkulit hitam. Mereka saling mendukung satu sama lain. Sebagai sahabat mereka juga bertengkar.

Serial TV Netflix Sex Education. Sumber: https://economictimes.indiatimes.com

Jean Milburn, Ibu Otis peka dan terbuka bertanya hal-hal sensitive remaja. Misalnya soal pengalaman mimpi basah, masturbasi bahkan hubungan seksual. Jean yang juga ahli terapi seks (sex therapist),  juga digambarkan menghadapi masalah perkawinan dengan ayah Otis dan mereka berpisah.

Serial ini juga membawa pesan penting tentang prinsip zero tolerance pada kekerasan seksual. Dasar melakukan hubungan seksual adalah asas konsensual/berdasarkan persetujuan dua belah pihak, saling suka, saling menginginkan. Salah satu seri menggambarkan Aimee mengalami pelecehan seksual di bus. Waktu itu bus penuh, ia berdiri. 

Di belakangnya berdiri seorang laki-laki dewasa. Laki-laki ini menggosok-gosokkan alat kelaminnya sampai ejakulasi. Sperma tertinggal di celana jins kesayangannya. Aimee terpukul dan murung berhari-hari. Teman dekatnya Maeve menggali penyebab ia murung dan Aimee bercerita. Maeve membangkitkan kepercayaan diri Aimee untuk melaporkan ke polisi. 

Polisi memproses dan menangkap pelaku. Cara bertanya polisi sesuai dengan kondisi psikologi/kejiwaan remaja seusianya terutama mendengar dengan seksama dan tidak ada kalimat yang menyudutkan.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline