Pasti kalian tidak asing dengan yang disebut Lembaga Pembangunan, bukan? Ini bukan lembaga yang berhubungan dengan konstruksi bangunan atau infrastruktur. Memang mereka seringkali berurusan dengan membangun konstruksi dan memperkuat infrastruktur tapi untuk kepentingan yang sedikit berbeda karena bersifat non-profit (bukan mencari laba/keuntungan), berorientasi membangun kesadaran untuk masyarakat yang sehat dan terlibat pada urusan yang berhubungan atau berdampak dengan mereka seperti yang terkait dengan demokrasi, layanan untuk publik yang mudah diakses, perlindungan bagi kelompok masyarakat yang tertindas, kesetaran gender, climate change, dan seterusnya.
Lembaga pembangunan itu termasuk Lembaga-lembaga di bawah bendera Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan atau Non-Governmental Organization (NGO) atau lebih kita kenal sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) baik dalam skala Internasional, Nasional dan juga Lokal. Lembaga-lembaga ini biasanya mengelola dana dari negara-negara maju atau menengah yang memiliki visi dan ketertarikan yang sama. Dalam perkembangannya, Lembaga nasional dan lokal juga mengelola pendanaan dari pemerintah.
Saya berkecimpung di dunia ini belasan tahun dengan lembaga dan isu yang berbeda. Dunia yang saya sukai sejak pertama kali bergabung di LSM nasional yang bergerak di isu perempuan dan pendidikan. Bekerja di dunia ini memberi ruang untuk selalu berfikir kritis, bersentuhan langsung dengan masyarakat, bekerja bersama dengan pemerintah untuk keberlanjutan dan yang paling terpenting membangun strategi bagaimana perubahan bukan hanya dibicarakan namun dilakukan.
Masing-masing Lembaga NGO tempat dimana saya bekerja memiliki sistem manajemen yang berbeda-beda. Namun mereka dijalankan dengan sistem dan standar yang kurang lebih sama khususnya dalam kaitan dengan penggajian dan juga manfaat untuk pekerja yang mengikuti undang-undang ketenagakerjaan dan yang paling terpenting untuk perlindungan pekerja melalui asuransi kesehatan.
Secara pribadi saya juga membeli produk asuransi jenis pru link dengan manfaat rawat inap yang belum pernah saya gunakan sampai kemudian saya mengalami operasi untuk pertama kali yang akan saya ceritakan di bawah.
Awal tahun 2016 sampai pertengahan 2019 saya bekerja di Provinsi paling timur Indonesia, Papua. Saya sengaja mencari kesempatan untuk bekerja di provinsi ini, sebab kita penting untuk tahu tantangan bekerja langsung di provinsi yang selalu berada di urutan terakhir dalam hal pembangunan dari provinsi-provinsi lain di Indonesia.
Dua tahun pertama untuk isu kesehatan, lebih khusus untuk masalah HIV-AIDS. Dan setahun terakhir untuk isu pencegahan kekerasan berbasis gender dengan lokasi kerja meliputi empat kabupaten di provinsi Papua dan Papua Barat. Kedua program didanai oleh dana pembangunan dari USAID dengan organisasi/lembaga pelaksana yang berbeda.
Di Papua inilah untuk pertama kalinya saya harus dirawat di Rumah Sakit (RS) karena Malaria. Asuransi rawat jalan dan rawat inap yang disediakan oleh kantor tersedia layanan cashless yang dapat diakses di RS rekanan di seluruh Indonesia termasuk Papua. Namun di Papua hanya satu RS saja yang dapat melayani dengan menggunakan fasilitas ini dan cukup jauh dari tempat tinggal saya waktu itu.
Karena kondisi yang memerlukan penanganan segera, saya pergi ke RS terdekat dan menggunakan layanan penggantian biaya kemudian. Malaria tertangani dan proses penggantian dari asuransi mudah dan cepat, kurang dari dua minggu saja.
Operasi Besar Pertama
Kurang lebih setahun kemudian, saya ada masalah di area reproduksi. Setiap datang bulan selalu nyeri dan ada satu hari tidak bisa melakukan kegiatan apapun karena harus istirahat total. Beberapa kali saya juga mengalami pendarahan dan datang bulan yang tidak teratur. Tentu ini kondisi yang tidak biasa. Saya datang ke specialist Obgyn di salah satu RS di Jakarta. Setelah diperiksa ada Mioma yang mengganggu. Pada saat dilakukan ultrasonografi (USG) terlihat ada empat buah gumpalan.