Lihat ke Halaman Asli

BI Dalang Pelemahan Rupiah

Diperbarui: 23 September 2015   11:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pelemahan Rupiah dan menguatnya dolar Amerika rupanya masih menjadi perbincangan hangat belakangan ini. Bagaimana tidak, kehidupan kita sehari-hari memang tak bisa terlepas dari mata uang yang kita pakai. Akibat pelemahan Rupiah ini harga barang khususnya barang pokok melambung naik. Tidak hanya itu, ancaman PHK juga menjadi momok mengerikan di mata masyarakat. (Baca: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/09/22/131225526/Ancaman.PHK.Bukan.Main-main?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Kpopwp). Hingga saat ini Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menghitung sudah ada 100.000 pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). 

Atas fenomena serius ini, KSPI meminta pemerintah untuk segera mengendalikan nilai tukar mata uang Rupiah. KSPI merasa kebijakan pemerintah belum terasa menggigit. Lagi-lagi pemerintah disalahkan atas pelemahan nilai tukar mata uang Rupiah ini, kalau kita perhatikan opini masyarakat juga banyak yang menyalahkan Presiden Jokowi karena dianggap tak mampu mengendalikan pelemahan Rupiah yang kita alami saat ini. 

Tapi apakah betul ini semua salah pemerintah? Coba kita teliti sedikit lagi. Dari semua tudingan yang ditujukan ke pemerintah adakah yang berani menuding Bank Indonesia yang tidak bekerja cukup maksimal dalam menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika? Sepertinya tidak. Bank Indonesia selalu bersembunyi di balik independensi. Coba kita ingat-ingat lagi kapan Bank Indonesia terakhir kali di audit? Selama ini BI selalu berkelit dengan berbagai alasan ketika ingin diaudit, mengada-ngada soal ketakutan akan strateginya bocor ke luar dan akan mengganggu independensinya sebagai Bank sentral.

Menarik melihat kultwit dari @IntelBocor di Twitter mengenai Bank Indonesia. (Baca: http://chirpstory.com/li/285850). Ia membongkar habis keuntungan yang didapat BI dari pelemahan Rupiah. Pada tahun 2014 saja, BI dinobatkan sebagai pembayar pajak terbesar di Indonesia yakni mencapai Rp 50 Trilyun. Lalu tak kalah menariknya adalah soal BI yang seperti tak tersentuh kasus hukum meski beberapa kali disebutkan dalam skandal besar seperti skandal Bank Century yang turut menyeret Budi Mulya namun meluputkan Gubernur BI pada saat itu yaitu Mantan Wapres RI, Boediono. Padahal BI merupakan Bank sentral yang bertanggung jawab atas operasional bank-bank yang ada di Indonesia. 

Diperkuat dengan pernyataan Iman Sugema, Direktur Intercafe dan ekonom dari IPB. "BI terlalu banyak mengumpulkan cadangan devisa (cadev), artinya menyedot dolar AS dari pasar justru ketika Rupiah melemah." (Baca: http://www.konfrontasi.com/content/politik/terungkap-ternyata-bank-indonesia-sendiri-yang-berusaha-melemahkan-rupiah).

Mukhamad Misbakhun, anggota Komisi XI DPR RI pun turut mengkritik kinerja BI yang dinilainya belum maksimal. "Begitu rupiah melemah yang dimaki-maki Presiden. Jangan sembunyi atas nama independensi," ungkapnya.  (Baca: http://nasional.kompas.com/read/2015/09/22/00080011/Misbakhun.Minta.BI.Diaudit). Betul kiranya yang diungkapkan oleh @IntelBocor pada kultwitnya tadi, banyak bisnis yang dimainkan BI. Maka dari itu, perlu kiranya BI untuk mau diaudit. DPR bisa meminta BPK untuk melaksanakannya. Misbakhun juga menegaskan untuk BI tak menjadi negara di dalam negara di balik topeng independensi. Jika memang BI peduli dengan kondisi nilai tukar Rupiah yang terus melemah, BI harusnya mau diaudit untuk kepentingan rakyat bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline