Lihat ke Halaman Asli

Golkar Milik Siapa, Elite atau Rakyat?

Diperbarui: 17 Juni 2015   10:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1425539782313484409

[caption id="attachment_371558" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber Gambar : Twitter @SuaraGolkar"][/caption]

Publik telah lelah disajikan berita konflik Partai Golkar yang iramanya naik-turun. Sebentar memanas, tenang lalu panas lagi begitu berulang lagi dan lagi. Saking lelahnya publik amat menanti hasil sidang putusan Mahkamah Partai yang dilaksanakan kemarin tanggal 4 Maret 2015.

Secara kasat mata, beberapa media memberitakan bahwa kubu Agung Laksono telah memenangkan perseteruan panjang partai berlambang beringin itu. Bahkan media besar sekelas Kompas dan Tempo pun menyajikan berita yang terkesan pro kubu Agung Laksono. (Baca: Tidak Terima Putusan MPG Kubu Ical Akan Kasasi ke MA dan Mahkamah Partai Condong Menangkan Kubu Agung ).

Dengan memperkuat pernyataan Ketua DPP Partai Golkar hasil Munas IX Jakarta , Agun Gunandjar, yang mengatakan bahwa putusan Mahkamah Partai sifatnya final dan mengikat yang artinya tidak mungkin kubu Bali (ARB) mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung terkait putusan yang mengecewakan bagi pihaknya itu.

Namun ada klarifikasi mengenai pemberitaan tersebut di Info Kemenangan Munas Ancol Menyesatkan . Idrus Marham juga mengingatkan bahwa yang diumumkan Andi Matalata cs di DPP Partai Golkar bukan merupakan putusan Mahkamah Partai melainkan pandangan orang per orang.

Pada awalnya, mungkin publik khususnya kader Partai Golkar berharap bahwa sidang Mahkamah Partai Golkar akan menyelesaikan segala perseteruan politik yang telah berlangsung sejak tahun lalu itu. Bagaimana tidak, akibat perseteruan ini banyak agenda politik Partai Golkar yang seharusnya dilaksanakan menjadi terhambat.

Konsentrasi politik partai terpecah dikarenakan konflik internal partai antara dua kubu. Dampak jangka pendek mungkin publik hanya terlalu lelah diharuskan menonton drama politik ini ditambah dengan berbagai permasalahan yang sedang negeri ini alami, perseteruan KPK vs POLRI, Pemprov vs DPRD DKI, dan masih banyak lagi hal lainnya.

Dampak jangka panjangnya mungkin hal ini akan mempengaruhi minat dan partisipasi kader Partai Golkar untuk loyal menjelang Pilkada mendatang. Sampai kapankah konflik ini akan berlangsung? Tidak ada yang mengetahui secara pasti jawabannya. Namun apakah Partai Golkar sudah tidak peduli dengan kepentingan rakyat dan mendahulukan kepentingan beberapa pihak yang ingin menguasai partai?

Dan uniknya lagi dari perkembangan isu ini adalah Menkumham, Yasonna Laoly, tidak mengesahkan salah satu pihak yang berseteru di Partai Golkar, berbeda saat ia mengesahkan kepengurusan PPP pihak Romahurmuzy? (Baca: Menkumham Berlakukan Standard Ganda antara PPP dan Golkar ).

Di berita tersebut, Yasonna Laoly dianggap menggunakan standard ganda. Mungkin dikarenakan posisi Partai Golkar yang lebih strategis sehingga memungkinkan untuk mengganggu stabilitas pemerintah. Memilih Agung Laksono tentunya akan menjadi blunder karena ia ingin membawa Partai Golkar keliuar KMP dan merapat ke KIH, namun memilih Aburizal Bakrie pun akan memperkokoh KMP dan bisa jadi menyandera konsentrasi pemerintah.

Padahal, Agung Laksono tak perlu ngotot untuk membawa partai Golkar merapat ke KIH, dengan tetap berada di KMP pun, Partai Golkar dapat mendukung pemerintah dengan mendukung kebijakan-kebijakan Jokowi yang pro rakyat, seperti slogan Partai Golkar “Suara Golkar, Suara Rakyat”. Partai Golkar bisa berkembang tanpa harus keluar KMP, mendukung kebijakan Presiden Jokowi contohnya soal Perppu Pilkada, menyetujui RAPBN menjadi APBN atau bahkan mendamaikan KIH-KMP dari dalam. Di lain sisi, Partai Golkar juga bisa memberikan kritik membangun kepada pemerintahan Presiden Jokowi jika suatu saat menyalahi konstitusi.

Pertanyaan mendasar yang harus segera dijawab oleh para pihak yang sedang berseteru, Golkar milik siapa? Kepentingan siapakah yang dibawa, elite atau rakyat? Semoga para elite tercerahkan, masih banyak permasalahan rakyat yang harus disuarakan dan dimenangkan bukan kepentingan pribadi dan golongan. Sekian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline