Lihat ke Halaman Asli

Hak Interpelasi DPR, Berantas Mafia Migas

Diperbarui: 17 Juni 2015   16:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1417069670445358604

Drama kenaikan harga BBM masih berlanjut. Seperti efek domino, kenaikan harga BBM di Indonesia juga mengakibatkan inflasi di beberapa sektor. Pemerintah membuat kebijakan, tentunya rakyat yang akan terkena dampaknya. Kebijakan yang diambil pemerintah untuk menaikkan harga BBM ini menuai pro dan kontra di semua kalangan, akademisi, pengamat ekonomi bahkan rakyat sendiri menjadi pihak pertama yang terkena imbas kenaikan harga BBM ini. Ironisnya pemerintah mengeluarkan kebijakan kenaikan harga BBM di saat harga minyak mentah dunia turun drastis.

Anda semua pasti ingat dengan nama Misbakhun. Misbakhun merupakan anggota DPR RI dari fraksi partai Golkar. Misbakhun juga dikenal sebagai inisiator hak angket century dan sempat dipenjarakan pada era pemerintahan SBY karena kevokalannya terhadap kinerja pemerintah pada saat itu. Kali ini dengan era pemerintahan Jokowi yang baru, Misbakhun kembali vokal dengan menjadi inisiator Hak Interpelasi DPR. Jika melihat artikel saya sebelumnya mengenai hitungan harga BBM, (Baca : http://m.kompasiana.com/post/read/692295/2/konspirasi-dpr-dan-mafia-migas.html ) tidak mengherankan jika DPR mengajukan Hak Interpelasinya kepada pemerintah untuk mendapatkan penjelasan terkait kebijakan kenaikan harga BBM damn pengalihan subsidi ke sektor produktif. Merupakan kewajaran karena kebijakan tersebut harus dikritisi.

Sebelumnya saya akan menjelaskan apakah Hak Interpelasi itu? Hak Interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara. (Penjelasan Pasal 27A, UU No. 22 Tahun 2003). Hak Interpelasi telah diatur oleh konstitusi demi kepentingan rakyat Indonesia. Sejarah penggunaan Hak Interpelasi oleh DPR bisa dibaca di ( http://m.okezone.com/read/2014/11/25/337/1070463/sejarah-interpelasi-dpr-kepada-presiden ). Sebelum Jokowi, masa pemerintahan Megawati dan SBY juga pernah dilayangkan interpelasi oleh DPR. Pada masa pemerintahan SBY, DPR dua kali melayangkan Hak Interpelasinya kemudian SBY mengirimkan menteri terkait untuk menjawab dan menjelaskan duduk perkaranya.

Anehnya, Hak Interpelasi DPR kali ini diinterpretasikan oleh politisi PDIP sebagai pemakzulan Jokowi (Baca : http://www.tribunnews.com/nasional/2014/11/27/politisi-pdip-ingatkan-hak-interpelasi-bagi-jokowi-bisa-berlanjut ). Namun Misbakhun membantah bahwa adanya maksud lain dari Interpelasi ini. Hak Interpelasi ini sesederhana kesalahpahaman yang meminta klarifikasi dari pihak-pihak terkait. (Baca : http://m.jpnn.com/news.php?id=271958 ). Di berita tersebut, Misbakhun menegaskan bahwa jangan selalu artikan Interpelasi sebagai langkah awal memakzulkan Presiden. Hak Interpelasi juga tidak ada kaitannya dengan konflik KMP - KIH. Misbakhun sebagai inisiator bertindak atas nama wakil rakyat. PDIP tidak seharusnya ketakutan dengan Hak Interpelasi yang diajukan oleh DPR, bukankah demikian fungsi DPR sebagai wakil rakyat? DPR harus mengkritisi kinerja pemerintah yang tidak pro-rakyat melalui Hak Interpelasi tersebut.

Kalau kita runut ke belakang, ada agenda dibalik kenaikan harga BBM. Ingatkah kalian soal penandatanganan kerjasama Indonesia dengan perusahaan minyak bernama Sonangol EP yang terlalu terburu-buru? Hanya tujuh hari setelah diumumkannya Kabinet Kerja Indonesia yang diwakili oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Angola yang diwakili oleh Wakil Presidennya. Sonangol EP merupakan perusahaan minyak yang beroperasi di Angola, namun pemililnya adalah orang China yang juga warga negara Angola, Sam Pa. Sam Pa telah dikenal dunia sebagai mafia migas dan keuangan dunia. Sebagai perantara ada nama Suryo Paloh dibalik kerjasama tersebut. Suryo Paloh merupakan koneksi antara Jusuf Kalla dan Sonangol EP. Suryo paloh telah berkawan baik dengan Sam Pa selama belasan tahun. Sonangol EP juga pernah membantu Suryo Paloh dengan bantuan dana ke PT. Surya Energi miliknya untuk blok Cepu. Jadi, anggaplah ini balas budi Suryo Paloh kepada Sam Pa. Suryo Paloh mengaku akan hemat APBN sebesar 25% jika membeli dari produsen minyak langsung bukan ke kartel, dalam hal ini adalah Sonangol EP. Data juga menyebutkan bahwa dalam 10 Tahun terakhir, pemerintahan SBY telah menghamburkan subsidi BBM sebanyak Rp 1.300 Triliun atau tepatnya Rp 1.297,8 Triliun atau rata-rata Rp 129,7 Triliun per tahun. Namun kenapa jika bisa berhemat dan harga minyak mentah dunia turun, pemerintah tetap bersikeras untuk menaikkan harga BBM dengan dalih pengalihan subsidi ke sektor produktif?

Pertanyaan besar itulah yang akhirnya mendorong Misbakhun untuk meminta penjelasan dari pemerintahan Jokowi dengan menginisiasi Hak Interpelasi. Jika memang pemerintahan Jokowi ingin mengalihkan subsidi tersebut ke program yang tepat sasaran, maka pemerintah perlu menjelaskan mengenai program jangka pendek, menengah, dan jangka panjangnya sejelas-jelasnya.  Hal tersebut perlu dilakukan mengingat kebijakan tersebut sangat merugikan rakyat banyak dan menghindari praktik mafia migas yang dimotori oleh Suryo Paloh dan rekanannya terutama Sang Mafia Migas dunia, Sam Pa. Jangan sampai Indonesia terjajah lagi oleh bangsa lain di sektor ini. Pemerintah Jokowi tidak perlu takut akan Hak Interpelasi yang diajukan oleh DPR karena ini merupakan langkah yang baik bagi bangsa dan negeri ini. Hak Interpelasi ini juga akan sangat membantu Faisal Basri untuk memberantas Mafia Migas di tanah air. Sampai saat ini, Misbakhun sudah mengumpulkan 202 tanda tangan persetujuan Hak Interpelasi, dia akan menunggu hingga tembus angka 300 baru akan diserahkan ke pimpinan DPR.

Semoga pemerintahan Jokowi dapat bersinergi dengan DPR demi kepentingan bangsa, agar kebijakan yang berdampak pada masyarakat banyak ini, tidak menguntungkan segelintir pihak saja, demi Indonesia yang bersih dan transparan. Ayo, bekerjalah sesuai dengan konsep Revolusi Mental, Pak Jokowi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline