Lihat ke Halaman Asli

Wajah Per(tani)an

Diperbarui: 24 Juni 2015   22:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Wajah pertanian Indonesia sedang muram, lusuh dan sendu. Petani semakin miskin dilanda barang import. Hasil panen tidak laku terjual di pasar, kalah saing dengan produksi panen dari luar negeri itu. Buah yang mulus, ranum, warna menarik, mengalahkan buah asli pertanian Indonesia yang berbercak-bercak. Miris mendengar cerita para petani, produksi melimpah, namun kantong tetap kering, begitu tutur mereka sampai akhirnya menyalahkan pemerintah. Pasar induk yang menjadi salah satu tempat paling digemari ibu-ibu menjajakan berbagai macam kebutuhan pangan rumah tangga, salah satunya sayur dan buah-buahan. Namun, sangat disayangkan ketika komoditi pertanian yang diperjualbelikan di pasar induk tersebut tidak sepenuhnya merupakan hasil dari pertanian Indonesia. Barang-barang import merajarela dimana-mana, mulai dari sayur, buah dan bumbu dapur. Miris memang melihatnya, namun berbalik pada realita dan wajah pertanian kita, begini adanya.

Ketika pasar luar negeri senang sekali membanjiri Indonesia dengan produk pertaniannya, maka pasar dalam negeri pun sedang morat-marit untuk menyaingi harga komoditi luar yang lebih murah. Nasib para petani semakin terdesak dengan maraknya kegiatan pasar bebas ini.

Nasib petani Indonesia dari zaman penjajahan kolonial hingga kini kondisinya hampir statis. Dahulu, para petani diperas tenaganya dan hak pengguanaan lahan mereka diambil oleh warga asing, kondisi sekarang tergambarkan tidak jauh berbeda dengan zaman penjajahan, namun penjajahnya berasal dari warga Indonesia sendiri. Petani pun tidak memiliki hak guna lahan ketika mereka tidak memiliki modal yang cukup dalam pembelian lahan, padahal menurut UU No. 5 Tahun 1960 atau yang biasa dikenal dengan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) berkaitan tentang penguatan hak-hak petani atas tanah. Keberpihakan pemerintah dengan para petani juga dirasa kurang, hal ini disebutkan sendiri oleh Pak Ras, beliau merupakan petani padi dan buah di kecamatan Rancabungur. Beliau mengatakan bahwa, pemerintah memiliki progam untuk meningkatkan produksi beras Indonesia, dalam hal ini menanam padi. Pihak-pihak terkait juga sudah memberikan arahan kepada petani untuk menyediakan lahan yang akan digunakan dalam penanaman padi, namun petani hanya diberikan harapan palsu. Benih yang sudah dijanjikan tidak juga diberikan sampai lahan tersebut belum dimanfaatkan sampai sekarang. Pemerintah juga memberikan subsidi pupuk dan pestisida kepada petani yang menjadikan petani sampai sekarang semakin manja dengan adanya pupuk dan pestisida tersebut, semakin terlihat ketergantungan petani dengan subsidi dari pemerintah, seperti itu penuturannya.

Hal yang sudah dinyatakan tersebut sebenarnya bukanlah tindakan yang memandirikan petani. Kebutuhan mendasar petani sebenarnya adalah informasi. Informasi terkait dengan pengolahan dan budidaya pertanian yang baik dan benar, serta informasi harga pasar komoditi pertanian. Seperti kita ketahui, bahwa mayoritas petani Indonesia miskin dan jauh dari pendidikan yang layak. Hal ini disebabkan karena kurang informasi dan media-media yang mengahantarkan pencerdasan bagi petani Indonesia. Keterbukaan akan media dan informasi akan sangat memabantu petani dalam menyelesaikan berbagai macam persoalan mereka di lapang. Pengadaaan penyuluhan yang sudah biasa diilakukan juga penting, namun mengingat tingkat keberhasilan penyuluhan tidak begitu signifikan, maka ini merupakan bahan koreksi yang harus diperhatikan. Harus ada perubahan-perubahan dalam menyampaikan materi penyuluhan, dan langsung mempraktekkan apa yang sudah disampaikan.

Penyuluhan yang dilakukan biasanya merupakan pertemuan rutin antara penyuluh dari suatu lembaga atau LSM dengan para petani dan memberikan ilmu-ilmu yang berguna bagi petani. Namun, seorang penyuluh juga harus menyadari bahwa tidak semua petani mengerti apa yang disampaikan oleh penyuluh, ketika mereka tidak mengerti maka ilmu yang telah diberikan tidak akan pernah diaplikasikan. Aplikasi dan praktek lapang pun penting untuk membuktikan bahwa suatu teori tersebut dapat ditiru oleh petani. Teknologi pertanian yang ada pun seharsunya menyesuaikan dengan kearifan lokal yang ada di tenpat tersebut. Jangan sampai, teknologi yang telah dibawa akan terbengkalai dan tidak dapat meningkatkan komoditi pertanian setempat, sehingga tidak bermanfaat bagi kemajuan pertanian.

Mungkin, seringkali kita mendengar kata pemberdayaan. Kegiatan yang mengusung tema pemberdayaan masyarakat dilakukan oleh para aktivis sosial, dan sering ditemukan adalah mahasiswa. Pemberdayaan yang dilakukan oleh mahasiswa seringkali kegiatan memberikan sumbangan atau hadiah dari kegiatan perlombaan yang diadakan. Kegiatan ini sebenarnya baik, namun hal ini bukan lah pemberdayaan yang sebenarnya. Kegiatan pemberdayaan harus memandirikan petani. Bersama dengan petani melihat kompetensi desa yang ada, mencari ide bersama apa yang harus diperbuat dengan komoditi di desa tersebut, dan meningkatkan nilai jualnya. Peningkatan kompetensi suatu desa juga harus digalakkan. Suatu desa tidak hanya sebagai produsen bahan mentah pertanian namun juga harus dapat mengolahnya mengikuti proses dari hulu ke hilir sehingga dapat meningkatkan harga jual dan pendapatan dari petani. Kegiatan ini juga membuka lapangan pekerjaan bagi warga desa, khususnya pemuda yang ada di desa. Seperti kita ketahui, pemuda di desa enggan untuk ikut mengembangkan pertanian, mereka lebih memilih menjadi buruh bangunan, karena upah yang didapat akan lebih jelas daripada bertani. Jika pemerintah memiliki program membangun satu persatu desa yang ada di Indonesia dengan membawa ciri khas dan komoditi pertanian unggul masing-masing daerah, maka pendapatan dari warga yang terdapat di desa tersebut akan meningkat. Mengetahui informasi terkait perekonomian yang terdapat di pasar bebas juga penting, walaupun yang diketahui petani hanya sekedar harga yang ada di pasar, setidaknya petani lebih 'pintar’ daripada tengkulak dalam mengambil keputusan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline