Lihat ke Halaman Asli

Museum Sonobudoyo Kurang Diminati Wisatawan

Diperbarui: 24 Juni 2015   22:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1351689945691260078

Kepribadian bangsa bisa dilihat dari bagaimana sejarah yang terukir. Museum sebagai media yang universal untuk pelestarian warisan budaya, wahana pembelajaran masyarakat, serta objek wisata yang edukatif, perlu didorong agar menjadi dinamis serta dapat melayani masyarakat dengan memadai.

Sebagai Kota Budaya, Yogyakarta memiliki beberapa tempat yang menyimpan perjalanan peradaban. Salah satunya dalah Museum Sonobudoyo. Sayang, gedung berarsitektur Jawa yang menyimpan kekayaan budaya ini kurang memikat pengunjung. Minimnya kunjungan masyarakat ke museum dan tempat cagar budaya lainnya tentu saja menjadi momok yang memprihatinkan bagi bangsa Indonesia yang mempunyai sejarah dan kebudayaan yang besar.

Museum adalah filter masalah globalisasi. Museum boleh kuno, tetapi pengemasan jangan kuno dan harus melihat pengasa pasar saat ini. Kalimat-kalimat tersebut dilontarkan oleh Kepala Tata Usaha Museum Sonobudoyo, Drs Diah Tutoko Suryandaru. Menurutnya, museum adalah sarana untuk melihat masa lampau. Generasi muda seharusnnya cinta akan museum, cinta akan peninggalan, cinta akan sejarah. Sejarahlah yang akan menuntun generasi muda untuk melangkah ke kehidupan yang lebih baik dan sejahtera. “Indonesia boleh kalah dengan Jepang yang memiliki tekhnologi tinggi, tetapi Jepang kalah dengan kita yang memiliki kebudayaan terbesar,” ujar Diah.

Keberadaan Museum Sonobudoyo memang kurang diminati oleh masyarakat Yogyakarta. Harga tiket masuk yang sangat murah yakni Rp3000 untuk umum, Rp3500 , dan Rp5000 untuk wisatawan dari mancanegara, dirasa sangatlah murah untuk tujuan wisata. Tetapi di sisi lain, Alun-alun Utara Kraton Yogyakarta tak pernah lepas dari pemandangan bus-bus yang parkir saat musim liburan. Tujuan para penumpang bus-bus tersebut yakni berkunjung ke Museum Sonobudoyo.

Wisatawan yang berkunjung setiap tahunnya memang tidak mengalami perkembangan yang signifikan yakni 19-21 ribu. Setiap harinya Museum Sonobudoyo mendapat kunjungan 5 ribu/hari saat musim liburan. Wisatawan yang paling sering berkunjung adalah siswa-siswa yang sedang berlibur. Diah senang saat para wisatawan memiliki antusias tinggi terhadap Museum Sonobudoyo. “Saya senang saat musim liburan, karena banyak kedatangan wisatawan dari luar kota”ujar Diah.

Tidak banyak siswa-siswa yang antusias terhadap Museum Sonobudoyo, karena di dalamnnya terdapat barang-barang tembikar dari zaman Neolitikum, arca- arca dan benda-benda perunggu dari abad VIII sampai abad X yang merupakan kelengkapan dari candi-candi di wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah. Menurut Diah, banyak diantara siswa-siswa yang berkunjung melontarkan pertanyaan terhadap isi Museum Sonobudoyo.

Museum Sonobudoyo telah berkembang menjadi cagar budaya yang wajib dilestarikan. Bangunan ini menyimpan peninggalan sejarah dari zaman kuno. Setiap tahun ada tambahan koleksi, baik dari pribadi maupun lembaga. Tiap benda yang dipajang maupun disimpan di ruang koleksi harus memiliki semacam kartu identitas. Resiko untuk menjaga itu memang sangat besar. Apalagi berhadapan dengan benda-benda kuno, maka perlu perawatan lebih agar tetap terjaga dengan baik.

Banyak teori tourism studies mengatakan bahwa museum bukan tipe tempat wisata yang memiliki karakter pengunjung repeater(pengunjung berulang), dan lazim adanya ketika seseorang berkunjung ke museum hanya sesekali. Aspek “penampilan” di museum memiliki sesuatu yang sifatnya bisa temporer, terutama pamerannya.

Jika menghendaki museum ramai pengunjung, yang paling mungkin disiasati dengan memacu keterbaruan pada aspek tata-pajangnya, pada pamerannya. Hal tersebut dikarenakan arsitektur bangunan museum mustahil dirombak karena memerlukan biaya besar dan harus melakukan strategi pameran berkala dengan menampilkan koleksi yang berbeda.

Perpustakaan Sonobudoyo

Pada Tahun 1940 Museum Sonobudyo telah dilengkapi dengan Perpustakaan yang  menempati Gedung  seluas 668 m2. Buku-buku dan naskah  yang terdapat dalam Perpustakaan sebagaian besar menggambarkan  kebudayaan Bangsa Indonesia.

Perpustakaan Sonobudoyo bisa dikunjungi dari jam 08.00 WIB sampai 16.00 WIB. Koleksi Perpustakaan Sonobudoyo kurang lebih terdapat 30 ribu buku. Buku yang disediakan ada dua bahasa yaitu Bahasa Jawa dan Bahasa Belanda.

Sayangnnya tidak banyak wisatawan yang tau tentang Perpustaan Sonobudoyo. Buku-buku yang sudah bewarna kekuningan menghiasi setiap rak. Beberapa tahun terakhir ini telah terjadi peningkatan fasilitas perpustakaan. Antara lain digitalisasi khususnya naskah-naskah kuno, pemanfaatan perpustakaan sebagai ruang baca umum, dan penerjemahan naskah Jawa kuno ke bahasa Indonesia dan Inggris.

[caption id="attachment_214103" align="alignleft" width="614" caption="suasana perpustakaan yang sepi"][/caption]

Menurut penjaga pramusaji Perpustakaan Sonobudoyo, Saniman, hanya wisatawan asing yang sangat antusias membaca buku di Perpustakaan Sonobudoyo. Tidak sedikit yang kebingungan dalam membaca tulisan bahasa jawa yang ada dibuku. “Perpustakaan ramai saat musim liburan, selebihnnya yang berkunjung hanya dosen-dosen, dan wisatawan mancanegara. Saat hari-hari biasa, perpustakaan sangatlah sepi. Setiap harinnya kurang dari 20 orang yang berkunjung” ujar Saniman.

Bangsa yag besar adalah bangsa yang mau menghargai jasa pahlawan dan menghargai sejarahnnya. Dari museumlah kita dapat mengajarkan anak cucu kita tentang peninggalan masa lampau.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline