A.PENGERTIAN USHUK FIQIH
Ushul fikih (bahasa Arab: ) adalah ilmu hukum dalam Islam yang mempelajari kaidah-kaidah, teori-teori dan sumber-sumber secara terperinci dalam rangka menghasilkan hukum Islam yang diambil dari sumber-sumber tersebut.
B.HUBUNGAN FIQIH DAN USHUL FIQIH
Fiqh mengacu pada ilmu yang membahas persoalan-persoalan hukum Islam yang praktis, sedangkan ushul fiqh mengacu pada ilmu yang membahas kaidah-kaidah mengenai metode dalam menggali hukum dari dalil-dalilnya yang terperinci. Ushul fiqh merupakan proses istinbath (menggali) hukum dari dalil-dalil, sedangkan fiqh merupakan hasil (produk) dari ushul fiqh yang dituangkan ke dalamnya. Fiqh tidak akan pernah ada jika produk ushul fiqh tidak berkerja. Dengan demikian, fiqh sangat bergantung dan berhubungan dengan ushul fiqh, sedangkan ushul fiqh awal proses dan dapat melihat keputusan-keputusan lama yang ada di dalam fiqh.
C.Tujuan USHUL FIQIH
Tujuan yang akan dicapai ilmu fiqh ialah penerapan hukum syariat pada semua amal perbuatan manusia. Ilmu fiqh merupakan tempat pengembalian seorang qadhi/hakim dalam memutuskan perkara, seorang mufti dalam memberikan fatwa dan setiap orang mukalaf dalam mengetahui hukum-hukum syariat pada segala tindak dan tutur katanya. Sementara itu, tujuan ilmu ushul fiqh ialah penerapan kaidah-kaidahnya dan pembahasan-pembahasannya pada dalil-dalil yang terperinci untuk mencapai hukum-hukum syariat yang ditunjuknya. Dengan kaidah-kaidah dan pembahasan-pembahasan ini, maka nash-nash syariat dapat dipahami dengan sempurna dan hukum-hukum yang ditunjuk oleh nash-nash itu dapat diketahui dengan saksama. Bahkan, peristiwaperistiwa yang tidak ada ketentuan hukumnya dalam nash dapat ditetapkan hukumnya melalui qiyas, istihsan, istishhab atau yang lain dan dapat dibandingkan hasil ijtihad pada mujtahid satu sama lain. Hal-hal semacam ini tidak akan dapat dicapai secara sempurna jika tidak mengetahui ilmu ushul fiqih.
D.SEJARAH USHUL FIQIH
Pada mulanya, para ulama terlebih dahulu menyusun ilmu fikih sesuai dengan Alquran, hadis, dan ijtihad para Sahabat. Setelah Islam semakin berkembang, dan mulai banyak negara yang masuk kedalam daulah Islamiyah, maka semakin banyak kebudayaan yang masuk, dan menimbulkan pertanyaan mengenai budaya baru ini yang tidak ada di zaman Rosulullah. Maka para Ulama ahli Usul Fiqh menyusun kaidah sesuai dengan gramatika bahasa Arab dan sesuai dengan dalil yang digunakan oleh Ulama penyusun ilmu fikih.[2]
Usaha pertama dilakukan oleh Imam Syafi'i dalam kitabnya Arrisalah. Dalam kitab ini ia membicarakan tentang Alquran, kedudukan hadis, ijma, qiyas, dan pokok-pokok peraturan mengambil hukum. Usaha Imam Syafi'i ini merupakan batu pertama dari ilmu ushul fiqih yang kemudian dilanjutkan oleh para ahli ushul fiqih sesudahnya. Para ulama ushul fiqih dalam pembahasannya mengenai ushul fiqih tidak selalu sama, baik tentang istilah-istilah maupun tentang jalan pembicaraannya. Karena itu maka terdapat dua golongan yaitu; golongan Mutakallimin dan golongan Hanafiyah.[3]
Golongan Mutakallimin dalam pembahasannya selalu mengikuti cara-cara yang lazim digunakan dalam ilmu kalam, yaitu dengan memakai akal-pikiran dan alasan-alasan yang kuat dalam menetapkan peraturan-peraturan pokok (ushul), tanpa memperhatikan apakah peraturan-peraturan tersebut sesuai dengan persoalan cabang (furu') atau tidak. Di antara kitab-kitab yang ditulis oleh golongan ini adalah:
- Al-Mu'tamad oleh Muhammad bin Ali
- Al-Burhan oleh Al-Juwaini
- Al-Mustashfa oleh Al-Ghazali
- Al-Mahshul oleh Ar-Razy
Golongan Hanafiyah dalam pembahasannya selalu memperhatikan dan menyesuaikan peraturan-peraturan pokok (ushul) dengan persoalan cabang (furu'). Setelah kedua golongan tersebut muncullah kitab pemersatu antara kedua aliran tersebut di antaranya adalah;
- Tanqihul Ushul oleh Sadrus Syari'ah
- Badi'unnidzam oleh As-Sa'ati
- Attahrir oleh Kamal bin Hammam
- Al-Muwafaqat oleh As-Syatibi