Lihat ke Halaman Asli

Kau, Bulan, dan Gazebo

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kekasih...
saat kita bercinta pada malam temaram di beranda gazebo
bulan sempurna tersipu mengintai di langit dalam pesta cahaya
lalu pandang matamu menghunjam laksana Pasupati yang melesat
menancap di tubuh Dewabrata dan tersungkur di padang Kurusetra
:yang didamba telah tiba
disambutnya kekasih sejati pada ajalnya
karena Dewi Amba telah menyatu dalam tikaman panah tepi Gangga

Demi api yang menyala
kurengkuh tubuhmu dalam nyanyian napasku
seirama gemericik air sungai
yang mengalir ke ujung muara
gerimis rahasiakan desahku
berpacu dalam harmoni detak jantungmu
:bulan di langit
dendangkan tembang asmaradana

Malam telah jauh
jarum jam menyulam sepi
bulan berselimut awan
kelam langit pun sehitam jelaga
angin berdesir
selembar daun kering jatuh
tergolek di pembaringan
:kau dan aku bersenyawa dalam jiwa

Kau…
memancar redup di cakrawala kalbu
hingga aku terbelenggu merindumu
menapaki titian kasih di relung yang jauh
tiada ujung batas untuk berlabuh
laksana kuntum bunga mekar
pada pohon patah tangkai
tak mengaduh ia jatuh lalu kau rengkuh

Bulan…
setiap kali datang di belantara malam
aku memandangnya pilu
karena ia kabarkan tentang dirimu
yang mengisi hari-hariku menerobos batas ruang dan waktu
:Kekasih, aku masih di sini
tak penat menanti sampai malam pun pergi
menyublim dalam mimpi abadi

Gazebo…
inilah rendezvous terindah bagiku
penuh daya magis bagai pusaran palung kehidupan
yang mampu menarik anganku tuk kembali ke masa itu
masa indah bersamamu mengecap manisnya madu
dan kepadamu aku berbisik
:Kau, bulan, dan gazebo
adalah lukisan indah dalam hidupku




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline