[caption id="attachment_306752" align="aligncenter" width="512" caption="ilustrasi (thejakartapost.com)"][/caption]
Ya Tuhan, Murka apa lagi Kau berikan? Bencana demi bencana ber-antrian Belum sudah abu panas Sinabung bermuntahan Pun banjir bandang yang juga belum tertuntaskan Kini longsor datang tanpa sepusuk undangan
Tuhan, apa Kau lagi naik pitam? Sampai segila ini bencana menghantam Menambah penderitaan menusia yang kesekian Sungguh kami tak punya cukup kekuatan untuk menahan Hanya bisa merasakan perih dan diri berlaungan
Memilin pilu, korban bergelimpangan Bencana-bencana merenyuhkan Duka yang tak kunjung terbebaskan Bangunan megah tersungkur seperti tanpa rawatan
Ya Tuhan, Mengapa selalu dahiat berdatangan? Benarkah setiap bencana adalah adzab dari kenistaan? Apakah penghuni bangsa ini sudah lama berpaling dari latunan titah-Mu? Atau mungkinkah ini petanda ‘kan berakhirnya suatu zaman?
Musibah : Kapan kau sudah?
Oh musibah, Mohon berhentilah Kami sangat tidak menginginkan kau berulah
^*^
Arti kata : Berlaungan/Laungan : Tangisan/Jeritan.. Dahiat : Sial/Kesialan, Pilu/Kepiluan... Titah : Perintah...
"Turut merasakan duka yang menyedihkan atas musibah longsor Manado, Tomohon, Provinsi Sulawesi Utara dan sekitarnya"
Bengkulu, 18 Januari 2014 Pkl: 15.10 WIB Yo Soy El Mejor Para Ti Lipul El Pupaka ~ #PenaIlusi