Lihat ke Halaman Asli

Ayu Safitri

Trainer dan Konsultan Homeschooling

Zaadit dan Daya Kritis yang Tak Mumpuni

Diperbarui: 8 Februari 2018   10:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.tribunnews.com

Seperti biasa, tiap hari Rabu saya selalu menyempatkan untuk menonton tayangan Mata Najwa yang kini diadopsi oleh Trans 7. Tema dari tayangan semalam adalah Kartu Kuning Jokowi, Kritik, Substansi atau Etik?

Zaadit Taqwa, ketua BEM Universitas Indonesia mengacungkan kartu kuning pada Presiden Jokowi di tengah acara dies natalis UI yang ke 68. Mahasiswa ini melakukan kritik atas pemerintahan Jokowi terkait 3 isu yang dianggapnya penting. Yakni, kasus gizi buruk di Azmat, dwifungsi ABRI dan percobaan pembungkaman organisasi mahasiswa.

Bagi saya, tindakan Zaadit sebagai seorang mahasiswa itu hal yang lumrah. Yang saya sayangkan adalah isi kritikan dan caranya menyampaikan kritik tersebut yang kurang elegan.

Mengingatkan atau mengkritik pemerintah adalah hal yang baik. Bayangkan kalau tak pernah dikritik dan dibiarkan begitu saja. Mau salah, mau benar tidak ada yang mengoreksi atau mengapresiasi.

Tapi, disini saya ingin mengingatkan Zaadit, kawan-kawan mahasiswa dan kompasioners bahwa yang lebih penting adalah fokus menyelesaikan masalah yang ada di sekitar kita sesuai dengan kompetensi dan keahlian masing-masing.

Bukan sekedar koar-koar dan melihat sesuatu yang jauh dari jangkauan kita. Tapi juga CERMAT MELIHAT DAN BERANI BERTINDAK menangani masalah di lingkungan terdekat kita lebih dulu.

Ibaratnya seperti ini, kita didoktrin oleh para ustaz bahwa sedekah itu baik. Semakin banyak memberi, semakin banyaklah yang akan diterima. Hingga dalam acara-acara pengajian, saat diminta untuk bersedekah, kita langsung jor-joranmengeluarkan sedekah.

Tapi, kita lupa prinsip sedekah utama yang diwariskan oleh Rasulullah SAW. Yakni, bersedekahlah pada orang yang lebih dekat dan membutuhkan.

Artinya, jangan jauh-jauh ke Asmat bang Zaadit! Perhatikanlah kerabat dan tetangga dekat Anda di Jakarta yang kebanjiran tiap tahun. Anak-anak yang tinggal di kolong jembatan, kesulitan mencari air bersih, tidak punya fasilitas MCK yang higienis, harus menggunakan kamar mandi umum yang mana itu BAYARtiap hari.

Anak-anak kolong jembatan itu nggakmikir bagaimana sekolahnya bahkan untuk bercita-cita saja mereka tidak berani. Yang dipikirkan tiap hari adalah membantu orangtuanya supaya ada uang untuk makan, ada uang untuk bayar tiap kali kebelet pup!

Mereka juga punya penderitaan yang hebat seperti masyarakat Asmat. Mereka juga butuh pendidikan, bagaimana caranya bisa punya penghidupan yang lebih baik. Mereka juga butuh perbaikan gizi agar mampu mencapai kesehatan optimal. Mereka juga ingin punya tubuh yang bugar, penampilan rapi dan berpendidikan seperti kita semua.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline