Tapera merupakan singkatan dari Tabungan Perumahan Rakyat. Dasar hukum dari Tapera sendiri diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan dari PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera. Besaran simpanan peserta Tapera atau iuran Tapera adalah sebesar 3 persen (3%) dari gaji atau upah Peserta Tapera. Sementara besaran untuk Peserta Pekerja Mandiri sebesar 3%. Dari yang terlihat persentase tersebut memang terlihat kecil tapi apabila telah diberlakukan uang yang harus dibayarkan akan sangat berpengaruh terhadap kehidupan peserta Tapera itu sendiri.
Cara kerja Tapera secara singkatnya adalah iuran rakyat sebesar 3% akan digunakan sebagai modal awal Tapera, disalurkan ke BPTapera (Badan Pengelola Tabungan Rakyat), kemudian akan dikelola bersama dengan KSEI, Bank Kustodian dan akan diawasi oleh OJK, kemudian tahap akhirnya akan dikelola atau bahasa lainnya "diputar" oleh manajer investasi. Dan berdasarkan Tapera sendiri sudah ada dana sebesar Rp1.5 Triliun untuk penyaluran 11.000 unit rumah melalui skema KPR. Keuntungan dari peserta Tapera dibagi menjadi 2, bagi yang memiliki penghasilan dibawah 8 juta peserta tersebut akan mendapatkan KPR (Kepemilikan Rumah Pertama),KRR (pasangan yang ingin memperbaiki rumah pertama), KBR (untuk peserta dan pasangan yang belum punya rumah). Kelebihannya adalah suku bunganya rendah, maksimal tenor hingga 30 tahun dan uang muka mulai dari 0%. Akan tetapi hanya dapat berlaku sekali seumur hidup. Kemudian bagi mereka yang memiliki gaji melebihi 8 juta perbulan akan tetap dipaksa setor, akan tetapi tidak mendapatkan keuntungan yang sama dan dana yang terkempul hingga pensiun akan menjadi dana pensiun. Lebih tepatnya dapat diminta kembali 100% atas apa yang telah disetorkan setelah uang tersebut dikelola kedalam aset-aset seperti Deposito Perbankan, Surat Utang/Sukuk Negara, Surat Utang/Sukuk Daerah, Surat berharga dibidang perumahan & kawasan pemukiman, Investasi lain yang aman dan menguntungkan sesuai UU Tapera.
Tapera mencekik penghasilan warga bukan hanya sebuah slogan kebencian yang terlontarkan oleh warga. Banyak dari masyarakat dengan gaji sekitar 3 juta hingga 10 juta sudah berkeluarga. Akibatnya pengurangan dari pemasukan itu terlalu menguras bagi mereka. Ada pula yang gaji atau upah masyarakat sudah dipotong oleh PPh, ditambah lagi dengan potongan iuran BPJS keluarga, maka gaji terpotong oleh Tapera akan sangat terasa bahkan mungkin keperluan pendidikan anak seperti dalam kasus disekitar saya sebagai mahasiswa yakni pembayaran UKT akan terhambat akibat dana yang terpotong oleh Tapera. Masyarakat memiliki ketakutan yakni hilangnya uang tersebut seperti penyalahgunaan dana yang dikelola oleh beberapa oknum dan menyebabkan uang tersebut tidak dapat ditarik kembali. Tercantum dalam aturan Tapera bahwa bagi masyarakat yang bekerja disebuah perusahaan 0.5% dari total 3% akan ditanggung oleh perusahaan. Akan tetapi hal tersebut tetap tidak menguntungkan bagi mereka yang bekerja dengan gaji setara UMR.
Kerugian dapat dirasakan dari adanya kebijakan penambahan golongan UKT dan semakin tingginya UKT tersebut akibatnya membebani orangtua dari mahasiswa ataupun mahasiswi yang memiliki gaji terpaut kecil seperti contohnya dibawah 8 juta per bulan. UKT yang tinggi, keperluan sehari hari yang juga ikut menjadi mahal dikarenakan inflasi di mata uang rupiah dan juga mata uang USD atau dollar Amerika membuat mahasiswa dan mahasiswa serta keluarganya mengalami kesusahan dalam masalah finansial. Tabungan dari masa muda orangtua pun terkadang tidak menutup pengeluaran untuk membayar UKT apalagi ditambah dengan adanya kenaikan dan Tapera ini. Tapera pun akhirnya mendapat kritikan keras dari masyarakat sehingga banyak keluhan hingga caican dilontarkan disosial media.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H