Lihat ke Halaman Asli

Trump’s Ban, Demokrasi, dan Rahmatan lil ‘Alamin

Diperbarui: 9 Februari 2017   13:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Geliat hijrah yang meningkat di tengah umat muslim akhir-akhir ini disambut oleh berbagai fakta terkini yang cukup menguji keteguhan. Tidak terkecuali fakta terbaru kebijakan politik Trump’s ban yang kontroversial. Kebijakan yang menjadikan Islam kembali bersinggungan dengan AS, negara yang saat ini diakui sebagai nomor satu di dunia. Akankah ini mengikis ekspektasi umat muslim untuk hidup syar’i, damai dan mewujudkan rahmatan lil ‘alamin?!

Kebutuhan Asasi Manusia

Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap manusia, apapun agamanya, membutuhkan kehidupan damai tanpa ancaman. Kehidupan yang mampu menyatukan perbedaan dan menekan konflik kepentingan sepihak. Itulah sejujurnya salah satu hak politik masyarakat, namun sangat sulit diwujudkan oleh para politisi (baca: pengambil kebijakan).

Politik adalah semua tentang pengurusan urusan rakyat. Arah kebijakan politik ditentukan oleh landasan berpikir yang dipakai oleh masing-masing negara. Siapa yang mampu menguasai dunia dengan pemikirannya maka dialah penguasa perpolitikan dunia. Pengurusan urusan rakyat di seluruh negara akan dipaksa mengikuti arah perpolitikan yang dimilikinya. Apakah mengarah pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan asasi manusia (rakyat) di seluruh dunia?! Tentu tergantung arah pemikiran yang dimiliki oleh negara penguasa.

Kehidupan damai tanpa diskriminasi adalah harapan dunia. Berbagai lembaga dan asosiasi, level regional maupun internasional, mengklaim bahwa mereka berjuang untuk mewujudkannya. Berbagai kebijakan dilahirkan dan dipaksakan pada seluruh negara anggotanya, atas nama perdamaian dunia. Selama ini demokrasi masih tampil sebagai satu-satunya primadona, karena dipercaya mampu menghapus diskriminasi, benarkah?!

Sayangnya fakta berbicara lain. AS sebagai penguasa politik dunia saat ini telah membuktikannya. Demokrasi yang dijunjung dan dikampanyekan AS telah menunjukkan sifat aslinya. Setelah dunia terlepas dari Bush dengan perang, berpindah pada Obama dengan banyak perjanjian, lalu jatuh pada Trump yang kontroversial, harapan untuk perdamaian dunia bagaikan utopia. Berganti nama ternyata tak membuat demokrasi berhasil menjadi pahlawan sejati. Demokrasi yang diharap-harap bahkan tampil semakin mengecewakan.

Bantahan Trump bahwa kebijakannya bukanlah mengincar Islam pada dasarnya semakin memperjelas arah politik AS. Benar memang, tidak semua negeri Islam masuk dalam kebijakan Trump’s Ban. Kebijakan politik setiap negara tentu bertujuan untuk mewujudkan keamanan rakyat dan negaranya. Ketika Trump menjadikan beberapa negeri muslim adalah ancaman bagi AS, yang perlu kita pertanyakan adalah AS yang mana? Rakyat atau pemerintah yang sedang berkuasa? Kenapa negeri muslim yang lain bukan ancaman? Demi keamanan rakyat AS atau demi keuntungan penguasa?

Setiap negara memang memiliki kepentingan nasional yang harus diwujudkan dengan berbagai cara. Kapitalisme liberal yang dianut AS memegang hegemoni sebagai jalan utama, demokrasi sebagai bungkus, dan kreasi sang pemimpin untuk memilih tata cara praktisnya. Maka demikianlah saat ini dunia sedang menikmati sajian demokrasi ala Trump.

Kecacatan demi kecacatan praktik demokrasi yang terungkap selayaknya mengantarkan kita pada jalan keluar yang mengakar bukan tambal sulam. Demokrasi yang mengembalikan keputusan pada manusia dan uang, jelas tidak akan mampu lepas dari kebijakan diskriminatif penerapnya. Arah kebijakan tentu dipengaruhi oleh manusia yang berkuasa dan bagaimana uang bisa mengalir kepadanya. Dengan kata lain, kedamaian rakyat bukan urusan utama. Satu yang terpenting adalah bagaimana kedamaian penguasa terwujud selama masa kekuasaannya. Disinilah kejujuran membaca fakta dan kedalaman analisa dibutuhkan. Demi menemukan solusi mengakar yang akan membawa kedamaian bagi semua. Terlebih bagi seorang muslim, solusi ini harus ditemukan tanpa meninggalkan sedikitpun pijakan iman.

Kejujuran Fakta Rahmat

Kebutuhan asasi manusia harus terwujud dalam kehidupan dunia. Masyhur di kalangan para ulama tentang istilah adh Dharuriyat al Khamsu (lima kebutuhan asasi manusia) yang akan terjamin oleh syariat Islam, yaitu agama, jiwa, keturunan, akal, dan harta. Tampilan kehidupan yang diimpikan oleh semua manusia, baik muslim maupun non muslim. Dimana agama bukan pertimbangan untuk mendapatkan hak dalam kehidupan umum. Keamanan jiwa terjamin oleh hukum yang adil, begitu pula jaminan atas keturunan, akal, dan harta. Bagi kalangan muslim itu adalah perwujudan dari iman dan keniscayaan Illahiah. Namun, rahasia kesuksesannya adalah penerapan Islam kaaffah (menyeluruh) dalam semua aspek kehidupan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline