Lihat ke Halaman Asli

Lintang Pualam

Puitis bukan hanya milik sang penyair

Natuna-China, Sejauh Itu Masih Diklaim?

Diperbarui: 7 Januari 2020   05:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar dari google map|tangkapan pribadi

3.565 km jarak antara Natuna dan Tiongkok atau sering kita sebut sebagai China. Jarak ini amatlah jauh jika dilihat dari peta dunia. Namun mengapa nelayan China sampai singgah dan menjala ikan bahkan mengklaim Natuna sebagai wilayahnya?

Apakah perbatasan laut Indonesia kurang jelas di mata negara asing?

Ataukah tak ada penjagaan ketat disekitar laut Indonesia, sehingga kapal negara lain dengan bebas masuk tak segan mengusir nelayan pribumi?

Dasarnya apa, kok mereka tak merasa bersalah mengklaim wilayah yang bukan haknya?

Dasar China mengklaim wilayah perairan Natuna sebagai haknya adalah anggapan China tentang sembilan garis putus-putus atau Nine dash-line.

Dilansir dari CNBC Indonesia Nine dash-line China adalah garis yang digambar di peta pemerintah China. Di mana negara itu mengklaim wilayah Laut China Selatan, dari Kepulauan Paracel (yang diduduki China tapi diklaim Vietnam dan Taiwan) hingga Kepulauan Spratly yang disengketakan dengan Filipina, Brunei, Malaysia, Taiwan dan Vietnam.

Sedangkan dasar ini, tidak diakui oleh Indonesia karena Nine dash line adalah garis yang dibuat sepihak oleh China tanpa melalui konvensi hukum laut di bawah PBB atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).

Yang di pakai di negara kita adalah ZEE. Menurut Wikipedia Zona Ekonomi Eksklusif adalah zona yang luasnya 200 mil laut dari garis dasar pantai, yang mana dalam zona tersebut sebuah negara pantai mempunyai hak atas kekayaan alam di dalamnya, dan berhak menggunakan kebijakan hukumnya, kebebasan bernavigasi, terbang di atasnya, ataupun melakukan penanaman kabel dan pipa. Konsep dari ZEE muncul dari kebutuhan yang mendesak. Sementara akar sejarahnya berdasarkan pada kebutuhan yang berkembang semenjak tahun 1945 untuk memperluas batas jurisdiksi negara pantai atas lautnya, sumbernya mengacu pada persiapan untuk UNCLOS III.

Terlepas dari sengketa dan perbedaan pandangan di atas tentang yurispendensi hukum laut, seyogyanya kita bisa menjaga wilayah yang kita miliki dengan sebaik-baiknya. Jangan sia-siakan jasa-jasa para pendahulu kita yang telah bekerja keras merebut kemerdekaan dari tangan bangsa asing.

Tingkatkan kewaspadaan mengenai keamana wilayah perbatasan dari tangan jahil negara asing. Kita terlalu terlena dengan kekayaan dan kesuburan negara kita tanpa bisa kita mengolah dan menjaganya dengan tangan kita sendiri. Sehingga saat negara lain sudah mengklaim wilayah kita menjadi milik mereka, barulah kita sadar dan berkoar-koar bahwa ini adalah wilayah kita. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline