Lihat ke Halaman Asli

Tentang "Tuhan Membusuk"

Diperbarui: 18 Juni 2015   01:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Secara etimologis, Tuhan berasal dari kata 'tuan' yang mengalami perubahan makna ilahiah, bermula dari usaha alih bahasa Alkitab  ke bahasa Melayu, kata Tuhan menggantikan kata Tuan (Lord/Master-dalam bahasa Inggris) dan seterusnya dipakai dalam Injil terjemahan sampai saat ini.

Jadi sebenernya kata 'Tuhan' itu, secara historis, lebih dekat dengan agama Kristen/Nasrani daripada Islam. Dalam Islam, kita mengenal kata 'illah' dan 'Allah' yg merujuk pada Sang Pencipta segala sesuatu, kata 'illah' ini lebih dekat padanannya dengan kata 'God' dalam bahasa Inggris, dalam bahasa Indonesia agak sulit menemukan padanan katanya, maka dipilihlah 'Tuhan' untuk mudahnya, sebagai kata ganti ilahiah dari Allah. Sebagian ulama bahkan memandang bahwa kata 'Allah' itu sendiri tidak untuk diterjemahkan, Allah adalah Allah, dzat Maha Tinggi, yg tidak bisa diganti penyebutannya, kecuali dengan 99 nama Asma'ul Husna.

Lalu agak aneh jadinya, kalo sekarang banyak orang Islam yg merasa marah dengan frasa "Tuhan membusuk" yg digunakan oleh mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya. Karena ya itu tadi, sebagai sebuah kata ganti, 'Tuhan' itu tidak serta merta merujuk pada Tuhan-nya umat Islam, bisa saja yg dimaksud tuhan yg lain.

Kalaupun yg dimaksud oleh para mahasiswa ini benar adalah Tuhan-nya umat Islam, maka perlu dipahami konteksnya. Bagi orang awam, jelas frasa ini akan terasa 'menyakiti' dan 'membuat marah', namun bagi mereka yg belajar filsafat (frasa ini digunakan oleh mahasiswa fakultas Ushuluddin dan Filsafat), penggunaan kata/frasa 'provokatif' semacam ini tidaklah aneh, karena dalam filsafat dikenal konsep dialektika, dimana tidak ada apapun yg absolut dan pasti, selalu ada tesis, antitesis, dan sintesis. Pun dengan Tuhan. Bahkan seorang nihilis Jerman, Nietzsche, pernah dengan lantang berseru "Tuhan telah mati", inilah yg saya kira coba digunakan oleh para mahasiswa UIN untuk menggelitik jiwa-jiwa filsuf calon adik kelasnya, melalui dialektika "Tuhan membusuk".

Jadi, imho, sebaiknya jangan terlalu cepat emosi dan marah-marah setiap ada berita 'sensitif', dicerna dan dipahami dulu konteksnya, supaya tidak kontraproduktif seperti kasus Flo Sihombing kemaren.

Sebagai perbandingan, kalau anda marah dengan frasa "Tuhan membusuk" lalu kenapa anda bisa tertawa ngakak waktu nonton "God Must be Crazy"? :)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline