Pemanfaatan Pajak Rokok dan Bea Cukai untuk Penambahan Pembiayaan Kesehatan (SDG 3)
Pajak rokok merupakan pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah yang berwenang atas konsumsi rokok kepada pembeli rokok. Dasar hukum mengenai pajak rokok tertera pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diatur alokasi (earmaking tax) minimal 50% untuk mendanai fasilitas pelayanan kesehatan dan penegakan hukum.
Pajak rokok ini ada di dalam kategori pajak provinsi yang menjadi nilai tambah pada kebijakan dan peraturan pajak daerah dalam bentuk perluasan objek pajak daerah yang berarti bahwa Pajak Rokok ini nantinya akan menjadi sumber pendapatan asli daerah (PAD).
Kebiasaan merokok di negara maju semakin berkurang, namun sebaliknya di negara berkembang semakin meningkat, tidak terkecuali di Indonesia. Regulasi rokok ibarat dua mata pisau yang menjebak dalam situasi yang dilematis. Di satu sisi, industri rokok memberikan masukan terhadap penerimaan negara, namun di sisi lainnya pemerintah juga menanggung dampak negatif rokok yang dapat meningkatkan anggaran kesehatan.
Seperti diketahui bahwa bahaya yang ditimbulkan dari merokok antara lain adalah dapat menimbulkan beberapa penyakit kronis (kanker paru,kanker saluran pernapasan bagian atas,penyakit jantung, stroke, bronkhitis, dan sebagainya).
Sebagaimana halnya kasus penyakit tersebut tentu pemerintah berkewajiban untuk menjaga kesehatan masyarakat yaitu dengan perlunya meningkatkan pendanaan untuk keperluan penjagaan kesehatan. Maka dari itu pemanfaatan pajak rokok tentu berdampak besar bagi kesehatan karena adanya pemanfaatan untuk pembiayaan kesehatan seperti tujuan yang tercantum pada SDG 3 yang akan memberikan dampak positif pada masyarakat karena biaya kesehatannya yang telah terjamin.
Namun di sisi lain, rokok dengan kesehatan merupakan hal yang sangat berbanding terbalik. Jika diangan-angan apakah semakin banyak konsumen rokok juga akan meningkatkan kesehatan masyarakat di Indonesia? Tentu saja hal ini sangat aneh, untuk mendapatkan penambahan pembiayaan kesehatan, masyarakat juga dituntut untuk meningkatkan konsumsi rokok.
Sebenarnya dua hal ini tidak dapat di satukan. Namun, jika penambahan biaya kesehatan berasal dari bea cukai hal itu tentu sangat membantu untuk penambahan biaya kesehatan yang terlepas dari pajak rokok karena berbanding terbalik. Maka dari itu, pemanfaatan pajak rokok dan bea cukai untuk penambahan pembiayaan Kesehatan sesuai dengan visi SDG 3 tentu akan sangat memberikan dampak baik, namun seperti pada faktanya peningkatan konsumsi rokok dapat meningkatkan pembiayaan kesehatan tetapi menurunkan tingkat Kesehatan. Kecuali jika pemanfaatan bea cukai, penulis yakin tentu akan lebih berdampak baik.
#Amerta2023 #KsatriaAirlangga #UnairHebat #AngkatanMudaKsatriaAirlangga #BanggaUNAIR #BaktiKamiAbadiUntukNegeri #Ksatria5_Garuda5 #ResonansiKsatriaAirlangga #ManifestasiSpasial #GuratanTintaMenggerakkanBangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H