Lihat ke Halaman Asli

Aktivitas Tetap Jalan Meski Sariawan

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

AKTIVITAS TETAP JALAN MESKI SARIAWAN

“Bad mood dan ngga mau ngapa-ngapain”

Sebagian besar orang mengungkapkan perasaan yang hampir seragam ketika ditanya tentang hari-harinya selama mengalami sariawan atau menjadi pesakit gigi. Namun bagi sebagian lainnya, sariawan bukanlah hambatan yang berarti untuk tetap terus menjalankan aktivitas seperti biasanya. Bahkan dengan berbagai jadwal kuliah yang padat dan keaktifan mereka di berbagai organisasi kampus, tidak lantas membuat mereka bermanja ria di tempat tidur menunggu sembuh. Berikut ini penuturan dari beberapa mahasiswi yang berhasil diwawancarai di sekitar masjid kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Karena permintaan narasumber, penulis hanya mencantumkan inisial dan asal jurusannya.

“Perasaan aku memang ngga enak, tapi kalau diam saja ngga melakukan apa pun, justru sakitnya semakin terasa. Kadang diobati dengan cara menempeli bagian yang sakit dengan garam. Tapi bagian yang sariawan itu lebih sering disesap dengan lidah. Karena kalau lidah menempel pada bagian yang sakit atau sariawan, rasa sakitnya bisa berkurang. Tapi, ada risikonya juga, yaitu keluarnya darah dari bagian gusi yang disesap itu”, ujar mahasiswi berinisial N, yang bersama dua rekan lainnya (Cu dan L) kini duduk di tingkat akhir jurusan Pendidikan IPA Biologi ini. Ketika ditanya tentang keluhan lainnya tentang gigi, ia mengatakan bahwa terkadang timbul rasa gatal di gusi dan gigi yang terasa kasar. Padahal ia telah mengikuti anjuran pakar kesehatan gigi untuk mengganti sikat tiap bulannya.

“Tapi sariawan ini bukan hal yang bisa dijadikan alasan untuk tidak berangkat kuliah”, imbuhnya lagi. Hmmm, semangat yang patut diacungi jempol.

Pengalaman badmood normal yang tidak jauh berbeda diungkapkan pula oleh C dan L.

“Kalau sariawan, biasanya di bagian bawah lidah. Bibir depan yang bawah bagian dalam juga sering. Mungkin penyebabnya karena aku jarang mengonsumsi makanan atau buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C. Jadi untuk langkah pengobatannya, lebih diperbanyak mengonsumsi jeruk dan tomat. Kadang pakai obat tetes khusus sariawan juga. Tapi lebih sering pakai jeruk dan tomat”, jelas Cu.

Berbeda halnya dengan N dan Cu, L justru lebih memilih mengurangi intansitas berbicara namun tetap berangkat kuliah. Bahkan, ia sengaja memilih makan makanan dingin (es) dan pedas.

“Biar sekalian sakitnya dan cepat sembuh”, ujar gadis berkulit putih dan bermata sipit yang masih keturunan Cina ini sambil tertawa. Meski sempat membuat penulis dan dua narasumber lainnya bingung, namun sedikit bisa diterima oleh logika juga. Jika rasa sakit ditimpa oleh sakit lain yang lebih kuat, maka rasa sakit yang pertama akan tertutupi oleh rasa sakit yang lebuh kuat tersebut. Disinilah berlaku hukum dominasi. Sebelum mengakhiri wawancara, mereka juga kembali mengatakan bahwa meski sariawan, mereka tetap rajin ke berangkat ke kampus untuk kuliah, bimbingan skripsi, mengunjungi sekolah yang dijadikan tempat tempat penelitian, dan lainnya.

Di tempat terpisah namun masih di lingkungan masjid, M dan Ca, dua mahasiswi dari jurusan PAI (Pendidikan Agama Islam) semester 6 dan PBI (Pendidikan Bahasa Inggris) tingkat akhir yang juga enggan menyebutkan namanya turut berbagi pengalaman mereka selama sariawan. Keduanya merupakan aktivis rohis kampus.

“Rasanya sakit, teh. Terutamasaat digunakan untuk mengunyah makanan. Bicara juga sulit. Kadang jika menimpa lidah, maka akan terasa pahit juga. Terus karena kurang suka antibiotik, biasanya dibiarkan sembuh sendiri meski bisa sampai 1 pekan lamanya. Selama sariawan, saya menghindari makanan pedas dan dingin”, tutur M dengan ramah.

Sedikit berbeda dengan M, Cu lebih sering menjalankan pengobatan untuk mengatasi sariawannya.

“Biasanya bagian di lidah yang sering sakit kena sariawan. Kadang diobati dengan obat pabrik yang kini banyak dijual di apotek dan toko-toko obat. Waktu kecil, pengobatannya masih alami. Nenek dan orangtuaku memberi dedaunan yang mirip daun putri malu untuk dikunyah. Karena jarang bicara, maka produksi air liur pun meningkat. jadi seperti orang puasa”, ujar gadis yang selalu tampak ceria ini. Jika dibarengi dengan demam, biasanya nafsu makan pun berkurang, imbuhnya lagi.

Sariawan di bagian manapun, baik di lidah, bibir dalam maupun gusi, semua narasumber dan pembaca lainnya mungkin sepakat bahwa sakit gigi dan sariawan merupakan hal yang harus dihindari dan dicegah. Langkah pencegahan dapat dilakukan dengan membiasakan diri rajin menggosok gigi dua kali sehari (pagi dan malam), mengonsumsi makanan kaya vitamin (terutama vitamin C) dan zat besi. Hal yang tidak kalah penting adalah bahwa sariawan tidak bisa dijadikan alasan untuk berhenti beraktivitas, berdiam diri dan hanya tidur di rumah. Sepakat, bukan?

#SehatCaraHerbal

@kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline