Lihat ke Halaman Asli

Menakar Gagasan Mendikbud Baru Paska Reshuffle, Menyoal Sekolah Sehari Penuh

Diperbarui: 10 Agustus 2016   07:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebuah gebrakan dibuat Mendikbud yang baru saja dilantik Muhadjir Effendi menyoal "Full-Day School" (FDS) menyentak kita semua. Berbagai kalangan dan publik pemerhati pendidikan pun dibuat riuh. Banyak yang mengomentari, ada yang ragu dan ada yang senang melihat kebijakan ini, yang akan di-pilot project nantinya. Rencana tersebut mengundang pro dan kontra di masyarakat. Pihak yang pro mengatakan bahwa dengan adanya full day school dapat membantu orang tua yang bekerja. Mereka dapat fokus bekerja, sementara kegiatan anak dapat terkontrol oleh sekolah. Pihak kontra berpandangan sebaliknya, full day school akan menambah beban guru dan siswa.

Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan jika benar ide ini akan dijalankan. Pertama dan utama adalah kesiapan sekolah. Umumnya kegiatan di sekolah tidak hanya belajar-mengajar, tetapi juga kegiatan ekskul seperti olah raga dan musik. Sekolah mesti menyiapkan fasilitas agar siswa dapat menyalurkan hobby-nya. Kemudian perlu diperhatikan adalah keseimbangan kapasitas sekolah, dalam hal ini kualitas dan kuantitas guru.

 Selain itu, disparitas ekonomi keluarga juga akan mempengaruhi keberhasilan kebijakan ini. Menakar persoalan-persoalan tersebut dan juga yang lainnya, menerapkan FDS sebaik apapun kegunaannya perlu dikaji dengan hati-hati. Memang sekarang ini, FDS menjadi pilihan bagi kebanyakan masyarakat dari kalangan ekonomi menengah hingga menengah ke atas. Sebagian besar berasumsi dengan sekolah yang modelnya seperti itu akan mengurangi kegiatan anak-anak yang tidak bermanfaat.

Orang tua berharap, semakin banyak pelajaran yang didapatkan semakin baik untuk menambah wawasan pengetahuan anak-anaknya. Adapun munculnya sistem pendidikan full day school di Indonesia diawali  dengan menjamurnya istilah sekolah unggulan sekitar tahun 1990an, yang banyak dipelopori oleh sekolah-sekolah swasta termasuk sekolah yang berlabel Islam. Dalam pengertian yang ideal, sekolah unggulan adalah sekolah yang fokus pada kualitas proses pembelajaran. 

Namun faktanya sekolah unggula  biasanya ditandai dengan biaya yang mahal, fasilitas yang lengkap dan serba mewah, elitis serta tenaga pengajar yang profesional. Term unggulan ini yang kemudian dikembangkan oleh para pengelola sekolah-sekolah menjadi bentuk yang lebih beragam, diantaranya adalah full day school dan sekolah terpadu. Ide sekolah sehari penuh diperoleh dari Finlandia, yang dinilai Mendikbub Muhadjir, memiliki sumber daya manusia terbaik karena para siswa diberi pendidikan karakter.

Di Indonesia, Kementerian pendidikan baru memetakan sekolah mana saja yang sudah siap mengimplementasikan perpanjangan jam sekolah itu. Asal-usul sekolah sehari penuh itu, menurut Mendikbud, berawal dari idenya untuk mewujudkan program Nawacita yang diusung Presiden Joko Widodo. Dalam program Presiden tersebut, tertuang perintah pentingnya pendidikan karakter dari jenjang pendidikan dasar. Mendikbud ingin merumuskan bahwa pendidikan dasar harus mengubah porsi pendidikan menjadi 70 persen pendidikan karakter dan 30 persen pendidikan pengetahuan.

 Di level sekolah menengah, angka itu diubah menjadi 60 persen dan 40 persen. Ukuran pendidikan karakter adalah kejujuran, toleransi, disiplin, hingga rasa cinta Tanah Air. Mata pelajaran biasa tidak akan mampu mengajarkan pendidikan itu. Harus ada kegiatan ekstrakurikuler, sehingga  perlu ada penambahan waktu. Dengan sistem full day school ini secara perlahan anak didik akan terbangun karakternya dan tidak menjadi liar di luar sekolah. 

Dari sisi gagasan, tidak ada yang tercela dari keinginan Mendikbud yang baru dilantik ini, hanya saja ada sejumlah hal yang perlu dipertimbangkan dalam wacana full day school, yaitu penambahan beban guru, penambahan biaya untuk kegiatan, penyesuaian kegiatan anak dan orang tua, orang tua yang tidak bekerja, dan keragaman kondisi sosial di berbagai daerah.

Bagaimanapun ide full day school ini mengandung esensi tujuan yang baik yakni menyediakan tempat yang aman kepada para siswa sekolah dan berguna bagi orang tua yang bekerja. Ide ini juga bukan merupakan hal yang baru, sebenarnya sudah diterapkan oleh sejumlah sekolah di Indonesia, baik sekolah swasta maupun sekolah negeri dengan cara masing-masing. Yang harus dilakukan pemerintah adalah menyempurnakan gagasan full day school dari segi model dan konsep serta infrastruktur dengan landasan hukum yang jelas. 

Perlu juga menjadi perhatian, pemberlakuan FDS secara massal harus melihat hardware dan software masing-masing satuan pendidikan karena tidaklah sama. Disamping FDS ini sebaiknya tidak diberlakukan dengan tergesa-gesa karena konsep ini memerlukan kematangan sebelum menjadi sebuah kebijakan, dengan infra dan suprastruktur yang siap melandasinya.

www.berdikaricenter.id




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline