Lihat ke Halaman Asli

Surat Koas untuk Kekasih

Diperbarui: 10 Desember 2015   15:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Ehem! Mungkin ini terdengar kuno atau apa, tapi bagi saya surat lebih romantis dari pada chat yang biasa dilakukan di jaman ini. Sepasang kekasih tempo doeloe saling surat menyurat dalam memberikan kabar. Menahan-nahan rindu yang tak terucap, menitipkan salam lewat bulan yang ditatap. Ya, surat itu romantis. Dan, karena saya di Jawa sedang kekasih di Jakarta, maka inilah yang sedang saya tulis sekarang. Surat cinta.

 

Dear my dearest,

Maafkan aku karena harus melanjutkan studiku yang panjang ini, demi kebahagiaan orang tua dan keinginan hati. Terima kasih sayang, karena sudah mau menjadi kekasihku, yang sabar menanggung keluh kesah, emosi, cerita-cerita kedokteran yang mungkin sudah bosan kau dengar. Kau sungguh luar biasa bagiku.

Sayang,

Maaf yah.. Seiring berjalannya waktu di dunia perkoasan, aku sadar, aku semakin lelah secara fisik dan mental. Jaga IGD, jaga ICU, jaga ponek, hingga aku tak sempat mengantarkan ucapan selamat tidur untukmu setiap malam. Sudah 23 minggu aku di daerah, seiring aku lelah, seiring emosiku tidak terkontrol. Marah-marah padamu sudah jadi kebiasaan. Huff.. Memang dasar perempuan. Capek fisik, terbawa sampai ke hati.

Kau tahu, aku tak bisa mengeluh pada pasien, pada teman-teman, pada konsulen, apalagi orang tua. Pada kau... Aku sebenarnya tak tega. Aku tahu kau pun lelah dengan aktivitasmu seharian. Apalagi sekarang, kau pun kuliah malam. Kau punya cerita, aku pun jua. Kau ingin didengar, aku pun sangat. Kalau begini, kita sulit bertemu, bukan?

Namun kau sungguh luar biasa sabar. Kau tetap mau mendengarkan. Kau sabar menghadapi emosiku yang naik turun. Membiarkanku yang ketiduran padahal sudah janji telponan. Memaklumiku yang jerawatan karena pH air di sini berbeda. Memaklumiku yang menghitam karena terpapar sinar matahari. Dan,, (yang paling penting) menerimaku yang gendutan karena makan pelarian stres.

Aku tahu, kita berbeda jauh dalam dunia profesi. Dengan dunia perminyakanmu, kau punya bahasa sendiri. Dalam dunia kedokteraku, aku punya istilah sendiri. Kadang bahasa kita berbeda, dan itu menghambat kita untuk berbagi cerita.

Namun sayangku, 

Cinta tak butuh bahasa. Aku tidak mau kamu diganti dengan orang lain. Banyak tenaga medis yang mencoba datang kepadaku, tapi tidak... Aku tidak goyah. Okelah aku jaga IGD, ICU, ponek, bangsal, tapi tenang saja, aku selalu menjaga hatiku untuk kau seorang. Tunggu aku di Jakarta, yah. Nanti aku kembali.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline