Lihat ke Halaman Asli

LINES

LDII News Network

PPKM Diperpanjang Lagi, Saatnya Media Massa dan Buzzer Berubah Sikap

Diperbarui: 3 Agustus 2021   10:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Antara Foto/Rivan Awal Lingga/hp.

Oleh Ardito Bhinadi

Pemerintah telah memperpanjang untuk keduakalinya PPKM Mikro Level IV di Jawa dan Bali mulai tanggal 3-9 Agustus 2021. Gelombang kedua Covid-19 belum sepenuhnya turun dan melandai yang menjadi landasan perpanjangan PPKM tersebut. Gelombang kedua Covid-19 yang berasal dari temuan varian Delta, seharusnya sudah bisa diprediksi sejak awal dengan belajar dari sejarah pandemi seabad yang lalu. Pelajaran juga dapat diambil dari negara-negara lain yang terlebih dahulu mengalami gelombang kedua, bahkan ada yang memasuki gelombang ketiga.

Gelombang kedua pandemi Covid berdampak pada tertundanya pemulihan ekonomi Indonesia. Indonesia belum pernah melakukan lockdown skala nasional sebagaimana yang pernah dilakukan sebagian negara lain di dunia. Luas wilayah dan kondisi geografis yang berbeda-beda dan sebagai negara kepulauan memang tidak mudah untuk mengambil keputusan. Lockdown secara nasional menjadi pilihan yang sulit, karena dampak yang ditimbulkan terlampau besar biayanya. Keuangan pemerintah pusat dan daerah tidak akan mencukupi untuk menanggung beban biaya lockdown secara nasional. Kegiatan ekonomi akan berhenti, yang efeknya langsung dirasakan oleh UMKM, yang menopang 90 persen kegiatan ekonomi Indonesia. Pelaku UMKM tidak memiliki arus kas yang cukup untuk menopang berhentinya kegiatan ekonomi secara nasional. Sejatinya, lockdown malahan pernah dilakukan dalam skala mikro, justru oleh warga di beberapa kampung di Indonesia pada awal pandemi. Warga memasang pagar dan portal untuk membatasi mobilitas warga setempat, maupun menghambat masuknya warga pendatang.

Pemerintah akhirnya lebih memilih menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dilanjutkan dengan PPKM Mikro. Apapun kebijakannya, intinya adalah pada disiplin perilaku masyarakat di masa pandemi. Disiplin protokol kesehatan tidak merata dapat menimbulkan putus asa bagi mereka yang merasa sudah disiplin. Sebagian warga beraktivitas bebas tanpa memakai masker dan tidak ada penegakan hukum yang memadai bagi yang melanggar protokol kesehatan.

Pengendalian krisis kesehatan dan ekonomi tidak mudah dijalankan secara beriringan. Kegiatan ekonomi kebanyakan identik dengan kerumunan dan mobilitas tinggi pelakunya. Pembatasan mobilitas akan berdampak menurunnya kegiatan ekonomi. Namun demikian, krisis kesehatan yang tidak diketahui kapan berakhirnya, dapat semakin memperlambat pemulihan ekonomi.

Bagi pemilik usaha menengah dan besar meskipun mengalami kerugian pada masa pandemi karena penutupan usaha sementara, mereka masih mempunya stok uang tunai dan modal untuk bertahan. Berbeda halnya dengan pelaku usaha mikro dan kecil yang arus kasnya terbatas, uang tunai dan modalnya sedikit, tidak akan bisa bertahan lama dengan penutupan usaha. Ditambah lagi, perekonomian Indonesia banyak ditopang oleh usaha informal yang menghidupi sebagian besar masyarakat berpendapatan rendah. Ketika kegiatan usaha ditutup, pendapatan akan hilang, pengangguran dan kemiskinan akan bertambah. Bantuan sosial yang diberikan pemerintah sangat membantu, namun tidak akan cukup menanggung semua kebutuhan hidup mereka.

Solusinya saat ini adalah secara serentak melakukan pengetatan disiplin protokol kesehatan dan penegakan hukumnya. Masyarakat jangan hanya dipertontonkan dengan berita bahwa negara-negara lain penduduknya sudah bisa beraktivitas secara normal, nonton konser, nonton Euro 2021 tidak pakai masker. Tontonan ini bisa menimbulkan image virus corona sudah tidak ada lagi, pandemi Covid-19 hanyalah hoaks dan konspirasi.

Media punya peran besar untuk mendorong perilaku masyarakat yang disiplin mematuhi protokol kesehatan. Jangan pertontonkan Euronya saja atau memberitakan konsernya saja, namun informasikan upaya-upaya yang telah dilakukan negara dan masyarakat yang mampu melalui krisis kesehatan tersebut dengan baik. Media berperan besar dalam mengedukasi masyarakat tentang cara-cara mengatasi pandemi hingga cara menjalani isolasi mandiri. Jangan hanya memberitakan hal-hal yang menyeramkan tentang pandemi atau angka-angka statistik pandemi. Tapi, perbanyak berita yang menginspirasi tentang bagaimana bisa keluar dari krisis pandemi, bisa sehat kembali dari paparan Covid-19, dan literasi positif lainnya.

Penuhi ruang media dengan energi positif agar masyarakat memiliki sikap positif dalam menghadapi pandemi. Mungkin Indonesia perlu buzzer pandemi untuk memberikan informasi-informasi secara terus menerus. Terutama, bagaimana seharusnya masyarakat bersikap menghadapi pandemi. Dan terus menyebarkan informasi-informasi benar untuk melawan hoaks, bukan malah memperkeruh atau mempertajam kontroversi. Jangan hanya ada buzzer politik yang pekerjaannya mendongkrak popularitas tokoh tertentu atau menjatuhkan lawan politik.

Penulis adalah pengamat sosial ekonomi UPN "Veteran" Yogyakarta, Ketua DPP LDII.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline