Oleh Siti Nurannisaa
Sejak pertengahan 2020, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerapkan sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Wabah Covid-19 yang sedang pada puncaknya di berbagai dunia, mendorong pemerintah untuk menerapkan sistem tersebut. Sekolah-sekolah yang berisi anak-anak, tentu sulit untuk menerapkan protokol kesehatan dengan baik.
Pemerintah tak ingin mengambil risiko di sekolah. Namun, permasalahan tak berhenti di situ. Pasalnya, para orangtua tak semuanya siap dengan sistem ini.
Mereka juga harus turut belajar, belum lagi menghadapi pekerjaan di rumah atau di kantor yang menyita pikiran. Pada sisi lain, para orangtua harus bergelut dengan motivasi anak yang menurun, konsentrasi, rasa bosan yang hinggap pada anak.
Mau tak mau, PJJ menyumbang "kegaduhan" di rumah. Ada rasa tidak nyaman selama masa pandemi ini, yang berbuntut pada munculnya perasaan tidak nyaman, seperti lelah, jenuh, cemas, hingga takut. Dalam kondisi ini, para orangtua menjadi mudah marah tanpa sebab. Pasalnya, mereka dihadapkan pada peran orantua dan tekanan ekonomi.
Ketidaksiapan mendampingi belajar anak, mengakibatkan kelelahan fisik dan kebingungan untuk beradaptasi membangkitkan reaksi bagi orangtua dan anak. Solusinya, pertama adalah menumbuhkan kesadaran untuk mengenali diri sendiri dan mengelola emosi.
Menyelami diri memang kerap diabaikan, padahal dengan mengenali diri, orangua dapat mengetahui pemicu stress. Salah satu cara mengenali diri adalah dengan merelaksasi tubuh, untuk menjernihkan pikiran dan emosi. Dengan demikian pikiran dapat memberi respon terhadap tekanan dengan prilaku positif.
Selanjutnya, orangtua harus kembali belajar. Dengan cara menambah pengetahuan agar dapat mendampingi anak dalam belajar. Manfaatkan Google, Youtube, atau bahkan bertanya kepada kawan mengenai pelajaran.
Hal yang tak kalah pentingnya adalah memahami karakter anak. Amati, apakah pelajarannya yang sulit atau metode belajarnya yang tidak sesuai. Anak yang memiliki gaya belajar visual dapat dengan mudah memahami pelajaran dengan membaca atau menonton video. Tapi ini tak berlaku bagi anak yang memiliki gaya belajar kinestetik.
Mereka umumnya gemar belajar dengan gerakan tubuh atau praktik langsung. Sama halnya dengan anak yang gaya belajarnya bersifat audio. Mereka lebih senang belajar dengan mendengarkan.