Lihat ke Halaman Asli

Berjodoh, Ditangan atau Kehendak Tuhan?

Diperbarui: 18 Juni 2015   01:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari yang lalu kami mengunjungi saudara yang di rawat di Rumah Sakit. Ada beberapa keluarga yang kami kunjungi dengan beragam penyakit yang menyebabkan mereka harus menumpang tidur di rumah sakit tersebut. Yang pertama yang kami kunjungi adalah seorang nenek yang menunggu proses operasi karena ada tulang yang bergeser dari persendiannya, si ibu sudah beberapa minggu terbaring di tempat tidurnya. Saudara yang kedua, juga seorang ibu yang telah menjalani proses kemoterapi, ibu yang dulu secara fisik manis, sekarang tubuhnya menjadi sangat gemuk tetapi tetap ceria selalu. Yang ketiga, masih seorang ibu, ibu yang dirawat dan akan menjalani kemoterapi untuk kesekian kalinya, bahkan salah satu bagian tubuhnya telah diangkat karena kanker yang menggerogoti bagian tubuhnya tersebut. Ketiga ibu tersebut dirawat lebih dari satu bulan, dan satu yang menarik bagi saya, mereka dijaga oleh suami mereka masing-masing. Nenek yang pertama ditemani oleh sang kakek, ketika kami datang dia tertidur di ruang tunggu ruangan rawat inap. Ketika si kakek masuk ke tempat nenek di rawat tampak matanya lelah, tetapi dia tetap tersenyum menanggapi perkataan si nenek. Suami dari ibu yang kedua, wajahnya yang sangar tetapi selalu menatap teduh kepada si ibu. Suami dari ibu yang ketiga, menemani si ibu dan sampai meninggalkan pekerjaan untuk bisa merawat istrinya. Ini yang membuatku tertegun, persamaan dari ketiga lelaki ini, mereka menjaga istri mereka, mereka menatap dalam tatapan yang begitu teduh, tatapan kasih dan bukan tatapan iba. Aku tertegun ketika memikirkan kesabaran mereka menemani istri mereka sampai beberapa bulan, tentu bukan hal yang menyenangkan untuk menjaga orang yang sakit, setiap orang yang pernah menjaga orang sakit pasti tahu rasanya, tetapi mereka menemani dengan senyuman. Ketiga ibu itu secara fisik telah berubah, seorang harus dipapah, seorang menjadi sangat gemuk, yang seorang kurus dengan wajah yang pucat, bahkan tidak lagi memiliki salah satu bagian tubuhnya. Tetapi suami mereka menatap mereka dengan tatapan yang menunjukkan mereka mengasihi wanita yang mereka lihat. Ada cinta yang terselubung di tatapan mereka.

Tentu bagi seorang yang belum menikah seperti saya, hal ini cukup membingungkan. How can it be? banyak pertanyaan yang muncul, apakah sebelum mereka memutuskan untuk menikah rasa cinta itu memang sebesar itu? Apa yang membuat mereka bisa memandang dengan kekaguman yang begitu kepada istrinya yang secara fisik tentu sudah sangat berbeda dengan wanita yang dulu pernah mereka kenal sebelum mereka menikah. Sementara, ada begitu banyak pasangan yang gagal menikah dikarenakan persoalan fisik dari calon pasangan yang tidak sesuai dengan kriteria mereka. Ada begitu banyak pemuda yang begitu giat menabung untuk membeli impiannya, perhitungan ketika ingin membeli ini atau itu, tetapi mengapa ketiga suami ini rela menghabiskan tabungannya untuk proses kesembuhan wanita yang telah mereka nikahi ini. Aku bertanya-tanya apa yang membuat mereka dulu bertemu? Apakah ini terjadi karena mereka memang telah menikah dengan orang yang tepat? Apakah ketika mereka bertemu dulu Allah telah menghendaki mereka untuk menjadi suami istri, sehingga mereka bisa seperti itu sampai saat ini? Memikirkan hal itu, aku pun berpikir bagaimana mengetahui kehendak Allah tentang siapa pasangan ku.

Jodoh di tangan Tuhan, benarkah? (Sebuah pertanyaan)

Ketika seorang pemuda dan pemudi menikah, orang-orang yang hadir di pernikahan itu mengatakan “jodoh di tangan Tuhan”. Ketika si cantik dan si buruk rupa menikah, orang-orangpun berkata “jodoh di tangan Tuhan”. Ketika ada dua orang yang tidak pernah bertemu muka, tetapi saling kenal melalui media sosial kemudian menikah, orang-orangpun berkata “jodoh di tangan Tuhan”. Bahkan dasyatnya, ketika sepasang kekasih yang telah berpacaran selama bertahun-tahun dan akhirnya tidak jadi menikah, orang-orang juga mengatakan “jodoh di tangan Tuhan”. Kemudian pernyataan tersebut akan dihubungkan dengan perkataan, sudah kehendak Allah mereka berjodoh atau memang kehendak Allah mereka tidak jadi menikah. Dari pembicaraan itu biasanya setiap orang akan mengambil kesimpulan “Pernikahan adalah kehendak Allah”.

Apakah Pernikahan adalah kehendak Allah?

Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak…

Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.

Kutipan dari kitab Kejadian ini sering digunakan untuk mendukung bahwa pernikahan adalah kehendak Allah. Tetapi mari kita melihat Matius 19, mari kita lihat bagaimana Yesus melihat tentang pernikahan. Di ayat 12 di katakan: “Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Siapa yang dapat mengerti hendaklah ia mengerti." Dari ayat 12 kita dapat melihat bahwa Yesus mengatakan ada tiga alasan yang menyebabkan seseorang tidak menikah (tidak kawin). Apa yang ingin saya katakan, bila ada alasan untuk tidak menikah di kitab Matius, berarti pernikahan bukanlah suatu keharusan bagi orang Kristen, dengan kata lain pernikahan bukanlah kehendak Allah. (Hah? Kok bisa begitu kesimpulannya, saya aja terkejut). Sepertinya, kalimat bahwa Pernikahan bukan kehendak Allah sedikit sulit diterima, oleh karena itu mari kita mencoba untuk merubah susunan kata-katanya. Bagaimana dengan pernyataan “Allah tidak mengharuskan setiap orang untuk menikah tetapi dalam artian Allah tidak melarang orang untuk menikah.” Jadi Pernikahan: menikah atau tidak menikah adalah pilihan manusia, bukan pilihan Allah. Kalau begitu dimana peranan Allah dalam pernikahan? Mari kita lihat dari kutipan kitab kejadian tadi; ” Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman...” Allah memberkati mereka. Peranan Allah dalam pernikahan, Allah memberkati pilihan manusia.

Bila pernikahan bukanlah kehendak Allah, lantas apa itu pernikahan? Dan apa juga kehendak Allah? Bila kita membuka di dalam Alkitab terjemahan baru, kita akan menemukan 30 ayat yang secara langsung menggunakan frasa “kehendak Allah” dan ada banyak perikop yang bercerita tentang kehendak Allah, dari frasa dan perikop itu kita akan menemukan bahwa kehendak Allah adalah segala sesuatu yang baik (bandingkan Rom 12:2). Pernikahan bukanlah kehendak Allah, sebab definisi kehendak Allah adalah kebaikan. Tetapi pernikahan adalah salah satu jalan untuk mengalirkan kebaikan. Sama seperti pekerjaan, Kehendak Allah bukan apakah kita bekerja di tempat A atau B, Tetapi kehendak Allah, dimanapun kita bekerja kita melakukan dan mendatangkan kebaikan. Dengan demikian saya akan berkata, pertanyaan kita bukanlah bagaimana kita mengetahui apakah orang yang akan dinikahi adalah benar kehendak Allah? Tetapi bagaimana agar melalui pernikahan, kita mengalirkan kebaikan kepada setiap orang. Oleh karena itu menikah dengan seseorang atau tidak adalah pilihan. Kita yang memilih apakah kita akan bahagia dengan pilihan kita. Akhirnya saya menemukan akar dari pertanyaan “Apakah dia kehendak Allah untuk ku? Pertanyaan ini sebenarnya pertanyaan kepada Allah, “Apakah aku akan bahagia bila menikah dengannya?” Bahagia atau tidak adalah pilihan kita. Lantas, pikiran kita akan bertanya lagi, “bagaimana agar tidak salah pilih, biar pilihan itu sesuai kehendak Allah?”... hahahahha. Kalau harus menjawabnya, saya kembali kepada pernyataan bahwa kehendak Allah adalah kebaikan. Maka biar jangan salah pilih, maka pilihlah yang baik (semua kita tahu bagaimana yang baik itu), dan bertanggung jawablah terhadap pilihan itu. Ya, tantangannya bukan pada mencari-cari siapa yang akan dipilih, tetapi bagaimana menjalani hidup dengan orang yang dipilih itu.

Jodoh di tangan Tuhan, benarkah? Pertanyaan ini sangat sulit. Pernyataan seperti ini sebenarnya masuk dari ajaran di luar kekristenan, sama hal nya seperti pernyataan; ‘Surga di bawah telapak kaki ibu’, ‘kaya miskin itu sudah ditakdirkan Tuhan’.

Saya akan mendefinisikan jodoh sebagai “pemberkatan Allah terhadap pemilihan saya terhadap seseorang”. Jadi selama belum ada pemberkatan, dia bukan jodoh. Oleh karena itu saya setuju ketika Jodoh ditangan Tuhan dalam kerangka Allah yang memberkati. Tetapi saya tidak setuju, ketika Jodoh ditangan Tuhan dipahami sebagai Allah yang telah menetapkan satu nama sebagai suami/istri kita. Jadi siapa suami/istri seseorang menurut saya dipilih oleh orang itu sendiri (dalam kehendak bebas manusia), kemudian mereka membawa pilihannya kepada Allah sebagai wujud keseriusan, tanggung jawab mereka terhadap pilihan tersebut. Maka Allah memberkatinya.

Trus, apa hubungannya dengan cerita tentang ketiga ibu diatas. Apa mereka berjodoh? Tentu saya akan menjawab, Ya mereka berjodoh. Kenapa? Karena mereka telah menerima pemberkatan. Kemudian mereka memilih untuk setia pada pilihan mereka yang telah diberkati Allah itu. Itu yang menguatkan dan mempersatukan mereka. Mereka memilih untuk tetap mencintai, apa dan bagaimanapun keadaan orang yang telah mereka pilih. Mereka menjadi kekasih yang terbaik bagi orang yang mereka pilih.

Pertanyaan aneh muncul lagi, lantas bagaimana bila seseorang lelaki telah memilih seorang gadis sebagai pasangan hidupnya. Mereka berencana untuk membawa hubungan mereka kepada pemberkatan, tetapi karena suatu hal seorang dari mereka meninggal sehingga tidak sempat diberkati, apakah ini bukan kehendak Allah? bahwa mereka tidak berjodoh? Bila harus menjawab pertanyaan ini, saya akan berkata bahwa Allah punya rencana dalam kehidupan umat manusia. Dan rencana Allah bukan hanya pernikahan, ada banyak hal yang lebih dari pada itu yang akan diperbuat Allah bagi kehidupan seluruh ciptaan.

“Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu.” (Kutipan dari kitab Yesaya).

Kalau begitu, berdasarkan kitab Yesaya, Allah sudah merencanakan dong dengan siapa kita menikah? (Bagaimana lagi kalau pertanyaan kembali ke situ?). Maka saya akan kembali mengulang jawaban diatas, benar Allah memiliki rencana bagi setiap manusia. Tetapi sampai saat ini saya masih tetap pada pemikiran bahwa menikah atau tidak merupakan pilihan manusia (Matius 19). Jadi, kita harus melihat bahwa rencana Allah, kehendak Allah ada dalam kehidupan manusia, apa itu? Kehendak/rancangan untuk kebaikan manusia (rancangan damai sejahtera menurut Yeremia 29:11). Oleh karena itu, seluruh perjalanan manusia harus dilihat dalam terang itu, selama kita memilih yang baik, melakukan yang terbaik menurut pengajaran Alkitab, maka kita melakukan kehendak Allah. Mari melihat perjalanan hidup dalam kerangka besar “kebaikan Allah” dalam hidup kita.

Jika begitu apakah tidak tertutup kemungkinan akan terjadi salah pilih? Bila kita menyerahkan pilihan kita kepada Tuhan, sesuai dengan apa yang dituliskan dalam kitabnya, maka percayalah bahwa itu adalah pilihan yang terbaik. Jadi bukan hanya masalah memilih teman hidup, tetapi semua segi kehidupan baik itu pekerjaan, tempat tinggal dll, selama kita memilihnya sesuai perintah Allah yang terdapat di dalam Alkitab. Maka jalanilah pilihan itu dengan berlaku sebaik yang kita bisa. Bila dalam menjalani pilihan tersebut kita menghadapi masalah, kendala dan hambatan, karena kita berjalan dalam “rangkaian rencana indah Allah” maka semuanya akan berakhir pada kebaikan. Oleh karena benarlah yang dikatakan di dalam Alkitab, “Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.” Melakukan yang terbaik terhadap apa yang dipilih, bertanggungjawab terhadap pilihan dan mensyukuri apa yang telah dipilih. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline