Lihat ke Halaman Asli

Linda Liliyani

Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Pro-kontra Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021

Diperbarui: 1 Agustus 2022   23:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

By Linda Liliyani Rabu 09 Februari 2022

Baru-baru ini Maraknya kasus kekerasan seksual saat pandemi covid-19 meningkat. Terutama di lingkungan pendidikan dimana orang-orang yang di claim berintelektual tinggi menjadi pelaku Kekerasan seksual. 

Kekerasan seksual bisa terjadi kapan pun dan dimana pun di tempat yang sepi ataupun ramai berpakaian tertutup atau terbuka tidak menjamin terhindar dari kekerasan seksual.

Banyaknya kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan menjadi tinta hitam tersendiri bagi pendidikan di Indonesia yang dimana seharusnya wadah untuk membangun bangsa yang lebih baik kini menjadi tempat yang sering ditemui kasus kekerasan seksual. Dampak yang diperoleh oleh korban pun bermacam macam baik secara psikologis maupun pisikis korban. 

Rata-rata korban dari kasus kekerasan seksual tidak berani mengungkapkan masalahnya karena beberapa faktor yang dikatakan oleh Komnas perempuan diantaranya:

1. Di kampus umumnya belum tersedia mekanisme pengaduan apabila terjadi pelecehan seksual.

2. Masih adanya victim blaming atau menyalahkan korban. Faktor yang kedua ini sangat relevan karena korban mempunyai rasa kekhawatiran apakah dengan dia bercerita orang-orang akan percaya atau sebaliknya malah menyalahkan dirinya.

Terkadang korban kekerasan seksual tidak mengatakan karena memang takut disalahkan "apakah memang benar pakaian aku yang terlalu terbuka" statment seperti ini membuat para korban menganggap yang terjadi pada dirinya pure kesalahannya sendiri

Oleh karena itu Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi atau Mendikbudristek Nadiem Makarim mengeluarkan kebijakan sebagai pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual Permendikbud Ristek No. 30 tahun 2021. Kebijakan ini merupakan upaya pemerintah untuk menekan kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus.

Akan tetapi subtansi dari kebijakan ini menuai pro-kontra dikalangan masyarakat terutama pada pasal 5 ayat 2 dengan frasa "tanpa persetujuan" dianggap multitafsir banyak yang mengatakan bahwa frasa tersebut melanggar norma agama.

interpretasi dari berbagai kalangan yang mengatakan bahwa frasa "tanpa persetujuan" berarti melegalkan zina atau seks bebas di kampus dan Ini sangat bertolak belakang dengan norma agama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline