Kohe (Kotoran hewan) kambing menjadi salah satu limbah yang banyak dihasilkan di dusun Bulung, desa Bayem, kecamatan Kasembon . Hal ini didukung oleh banyaknya peternak kambing yang tersebar di dusun Bulung (23/12/2022). Keberadaan kohe kambing yang menumpuk menjadi salah satu gangguan tersendiri bagi masyarakat, karena dianggap sebagai limbah menjijikkan.
Menyikapi permasalahan tersebut, mahasiswa KKM UIN Malang membuat inisiatif dengan mengolah limbah kohe kambing menjadi pupuk organik penyubur tanaman, selain itu juga dianggap sebagai alternatif pengalihan penggunaan pupuk kimia yang relatif mahal. "Saya melihat disini banyak peternak yang menumpuk kotoran kambing dikarung-karung kecil dan dibiarkan begitu saja, jadi saya berpikir untuk memanfaatkannya menjadi bahan yang memiliki nilai guna" ujar mahasiswa UIN Malang.
Tak sendiri, ide mahasiswa UIN Malang ini juga didukung oleh ibu-ibu Kelompok Wanita Tani (KWT) Sekar Arum dusun Bulung. "Ide yang sangat bagus, di KWT ini saya juga masih menggunakan pupuk kimia sebagai penyubur tanaman. Jadi kalau mau membuat pupuk organik bisa membantu menjaga kualitas sayuran disini serta ramah lingkungan" ujar Bu Sriatin ketua KWT Sekar Arum.
Mendapat respon positif, pada hari Sabtu (31/12/2022) bersama Ibu Kelompok Wanita Tani (KWT) Mahasiswa UIN Malang membuat pupuk organik kohe kambing. Tidak hanya kohe kambing, bahan lain yang digunakan sebagai campuran pupuk adalah serbuk kayu yang diperoleh dari limbah gergaji warga dan EM4 sebagai mikroba.
Pembuatannya pun tergolong sederhana semua bahan dicampur dengan perbandingan 1:1, ditambah dengan larutan EM4 sebanyak 200 ml per 4L air, kemudian ditutup dengan terpal atau secara anaerob untuk proses fermentasi bahan selama 21 hari. Selama proses fermentasi, mahasiswa UIN Malang bersama ibu Kelompok Wanita Tani (KWT) setiap 7 hari sekali rutin melakukan pengadukan pupuk untuk menjaga kelembaban dan suhu pupuk.
Setelah 21 hari diperoleh hasil pupuk dengan warna kehitaman dengan tekstur yang sedikit halus sesuai dengan ciri-ciri keberhasilan pupuk organik, yaitu warna berubah menjadi kehitaman, suhu pupuk dingin, aroma khas organik dan tekstur halus.
Menurut Ibu-ibu Kelompok Wanita Tani (KWT), pupuk yang dihasilkan akan diaplikasikan pada koleksi sayuran di KWT serta dapat terus dibuat sebagai upaya pemanfaatan limbah hewan. "Alhamdulillah berhasil, nanti akan kami pakai untuk memberi mess bibit terong, dan diharapkan ibu-ibu lainnya nanti bisa membuat sendiri untuk persediaan pupuk KWT", ujar ibu Sriatin ketua Kelompok Wanita Tani (KWT).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H