Lihat ke Halaman Asli

Ombak Batam

Diperbarui: 4 Januari 2016   20:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Aku sudah merusak beberapa diantaranya”.

Saya melihat kedua bola matanya berkaca-kaca, tak seharusnya menanyakan sejauh itu akan tetapi ia tak berhenti bercerita sejak saya awali dengan sebuah kata tanya. Sebagai sama-sama karyawan disalah satu perusahaan asing dikota ini, saya tidak pernah menganggap itu hanya sekedar teman kerja, rekan kerja, tapi keluarga.

Ini yang pertama kalinya, saya melakukan wawancara secara langsung. Untuk sebuah mimpi, ternyata Tuhan itu telah menyiapkan pelangi setelah hujan. Kekalahan kompetisi yang kesekian kalinya tidak membuat niat saya surut dalam menulis. Orang lain bahkan diluar dugaan saya selalu datang lalu berbagi satu sama lain.

“Apa yang membuat oom sadar kembali”pertanyaan yang masih kaku diawal percakapan itu. walau didalam sebuah perkantoran saya kerap memanggil karyawan lainnya dengan sebutan Oom bagi yang laki-laki, karena rata-rata sudah berkeluarga semua. Ia hanya terdiam, saya tidak melihat sebuah mimik wajah yang tengah mengarang saat itu.

“ Aku bingung menjelaskannya dari mana” senyum simpul ia lemparkan. Setiap kata yang ia keluarkan terselip kata “ demi Tuhan” saya sangat terbawa arus ceritanya. “ Ya allah ternyata dunia gelap itu benar ada” dalam hati yang menggerutu ingin banyak tanya.

“ Masa lalu yang membawa aku ke kota ini” ucap laki-laki berkemeja kuning itu. Memulai cerita dari tengah ke akhir dan sangat acak, alhamdulillah otak kanan saya masih fokus mendengar segala curhatannya. Hampir sepuluh tahun ia melalu lalang dikota yang bersimbolkan jembatan barelang ini, datang jauh dari jawa.

Lingkungan yang buruk mempengaruhi pergaulannya, sehingga terjebak dengan masalah yang mengharuskan berurusan dengan polisi. Untuk menghilangkan jejak ia terpaksa melebarkan sayap dan hidup diperantuan. Pribadi saya melihat kejujuran yang sangat mendalam, mulai dari kisah yang mengejutkan dan membuat alis saya naik juga membuat mata melotot. “ Demi tuhan” lagi-lagi yang mewakili setiap kalimatnya.

“ Saya sudah merusak beberapa diantaranya”, “ Astagfirulloh” hatiku saya sangat sedih mendengar pengakuannya. Mulai dari harga Rp.150.000 sampai Rp. 200.000 tarif Hotel, dan itu dibagi dua dengan sang pacar.

Saya sempat lupa beberapa nama yang ia sebutkan, akan tetapi ia hanya cengengesan sedikit malu akan pernyataannya. Sambil menghidupkan komputer “ Apa tidak merasa bersalah om?” memotong pembicaraannya.

“ Jika aku bisa memutar waktu, aku hanya ingin meminta maaf kepada Uli” it’s so laudly ia mengeluarkan suaranya. Bekerja disalah satu PT muka kuning sebagai cleaning Service selama satu tahun dan akhirnya ia diangkat sebagai Operator gudang.

“ Dikota ini, tiada yang ku khwatirkan ce” menyebutkan sepenggal nama saya. Saya hanya menampakkan wajah yang seolah mengatakan “ ha..?” ia melanjutkan tanpa ragu mengatakan yang sebenarnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline