Lihat ke Halaman Asli

Aku yang Masih Muda

Diperbarui: 25 November 2015   14:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Yah namanya juga manusia, saat ada harapan, ada keraguan, ada sesuatu yang tidak bisa dijelaskan. Kata mamah dede, banyak Zikir biar hati tenang. Bukan hanya untuk satu hari, kalau bisa setiap hembusan nafas.

Banyak, mata ini hanya bisa melihat kelebihan orang lain tanpa mensyukuri apa yang telah dianugrahkan kepada diri sendiri. Dalam posisi terpuruk, atau sesuatu keadaan yang mengundang lelah dihati.

" Mengapa saya tak seperti mereka?" lagi-lagi hanya mampu mengoreksi diri dari kelemahan, lagi-lagi hanya mau melihat dari kekurangan. Cobalah sekali-kali melihat apa yang ada pada diri. Melihat dari berbagi sisi, " oh ini saya, oh mungkin belum saatnya" jadi sipintar yang menari diatas ketidak mampuan.

lalu, dengan begitu rasa bersukur itu tumbuh, seiring berjalannya waktu mengoptimalkan usaha yang disertai Doa.

Hari ini, ada hal yang membuat kedua bola mata ini berkaca-kaca, dan akhirnya air mata yang saya tahan menetes juga. Tepat lima menit lari dari setengah sepuluh, wajah yang mulai redup, dengan kemeja kusam. Saya sudah beberapa kali berpapasan dengan kakek tua itu, tapi baru tadi saya beranikan diri untuk menegurnya.

"Gerimis yah kek!" berpura-pura berteduh di sebelah ruko, entah apa yang membuat hati saya tergerak walau hanya ingin berbincang dengan kakek itu. Ia hanya sembari membalas dengan senyum. Saya melihat jelas tubuhnya kedinginan, ditangan kirinya ada sebuah mainan yang didapat dari sebuah selokan. Karung putih itu tampak berisi sesuatu yang diletakkan dekat kakinya.

Saya sangat senang ketika ia melontarkan satu pertanyaan, tapi hanya sebatas itu ia diam kembali. Tukang parkir yang sebelah ruko mulai memperhatikan saya, bukan apa? mungkin wajah saya sudah tak asing lagi dan dari beberapa orang disitu saya terlihat aneh karena tampak berbicara dekat dengan kakek itu.

Saya perhatikan, lalu menghela nafas panjang. " Inikah perjuangan". Seolah semua mengacak apa yang ada dimemori otak saya. Malu sendiri, tak berani menoleh kebelakang.

Saya yang masih muda, walau sedikit ada gaji tiap bulannya, kerja tinggal naik motor, tanpa hujan, tanpa terik matahari, tanpa bau busuk yang dialami kakek itu. Tapi saya selalu mengeluh, selalu kekurangan, selalu merasa apa-apa belum cukup. Ya allah, sungguh terlalu sombong diri ini, terlalu jauh melangkah tanpa menyadari bahwa Hidup ini adalah rentetan rasa syukur dari ke waktu ke waktu.

Masalah, beban atau cerita hanya secuil dari serpihan-serpihan kisah mereka, yakni para ORANG TUA.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline