Lihat ke Halaman Asli

Lina M

Wisteria

Cerpen | Sekuntum Kacapiringku Pecah

Diperbarui: 21 Maret 2020   15:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dijahili sedikit saja aku akan menangis, melapor pada Ibu, menuliskan butir-butir rasa sakitku di buku harian. Aku bagai sejumput kapas yang terlepas dari kelopaknya, terombang-ambing bahkan sampai di tempat dimana tidak terdapat pohon kapas sama sekali. Ringan, terapung, berserat namun terlalu lembut, citranya memalukan.

"Ada yang sakit?" tanya Aline. Aku masih menangis dalam keadaan jatuh terduduk. "Desta merobek sampul bukuku."

Aline menghela nafas panjang, itulah tanggapannya setelah mengetahui suatu sebab.

"Saakittt! Lututku berdarah!"

Aku menangis dan mengeluhkan sakit. Aline memang memeriksa lukaku, mengusapnya dengan jari seperti memastikan itu luka serius atau tidak. Setelah itu ia menatapku seolah memintaku untuk menangis dan mengaduh seperlunya saja. Segera saja aku memelankan tangis. Ia menali rambutnya ekor kuda lalu mengulurkan tangan untuk membantuku berdiri.

"Pulang, Di." Itulah yang dikatakan ketika aku terluka. "Aku tidak bisa melakukan apapun pada lecetmu. Lebih baik kamu pulang dan temui Ibumu."

Jika sudah sampai depan rumahku, Aline akan mengurai lagi rambutnya lalu bergegas pulang. Sedangkan aku dibiarkan berdiri menunggu pintu gerbang rumahku terbuka. Ibu pasti akan tergopoh-gopoh penuh kecemasan jika melihatku pulang dalam keadaan terluka atau menangis. Sebelum masuk rumah, aku menatap Aline yang berjalan santai.

"Uh!" Aline tersandung batu. Jatuh tersungkur, sepertinya sakit sekali. Mataku memicing melihatnya melepas sepatu lalu mengeluarkan kaki. Sesakit apa itu, Aline? Ibu jari kakinya berdarah sedemikian banyak. 

Tetapi Aline tetap tenang. Lalu mengatakan, "Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja." Seperti itulah yang dikatakan ketika ia terluka. Bahkan opname di rumah sakit berminggu-minggu pun mengatakan hal sama padaku. "Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja."

"Itu sakit, Al," pekikku. Aline menggeleng.

Aku terdiam menatap Aline yang berjalan semakin pelan, pelan dan semakin pelan. Ada apa dengannya? Cara berjalan Aline tidak seperti biasa, cepat dan segera. Namun kali ini Aline berjalan seperti kukang, sloth. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline