Lihat ke Halaman Asli

Lina M

Wisteria

Cerpen: Lelah Hidup Terlalu Lama, Gelisah Hidup Terlalu Pendek

Diperbarui: 8 Maret 2020   18:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi pixabay.com/wfranz

Jika Tuhan memberi kesempatan untuk hidup pada kehidupan selanjutnya, kamu ingin menjadi apa? Kendra menjawab, "Aku hanya ingin menjadi seekor capung berwarna merah yang hidup di perairan pegunungan."

Tuhan tersenyum, tangannya menyeka peluh Kendra. "Kau tidak perlu berlari. Dengan berjalan santai pun kau akan sampai ke tempat tujuan." Kendra lantas menjawab dengan sedikit bantahan, "Kukira kematianku masih jauh."

"Berhati-hatilah dalam memutuskan sesuatu. Hidupmu yang serupa tidak akan berulang." Tuhan melepas genggaman. "Berbahagialah di kehidupanmu, Kendra. Berhentilah untuk bertatap muka padaku. Kamu cukup berdoa, aku pasti mendengar." Kendra menangis. Lantas ia menjerit, satu jarinya menahan genggaman. "Aku ingin hadiah dari pertemuan ini!"

Tuhan hanya menatapnya dalam, seolah berharap Kendra agar percaya akan suatu hal bahwa ia dapat memperoleh kebahagian di setiap kehidupannya.

Semua tiba-tiba menjadi silau. Kendra kembali ke hidupnya saat ini dimana ia sedang tidur di kamar gelap. Terbangun dengan mata sembab dan merah, badan terasa letih dan mual.

"Mengapa tidak diletakkan di alam mimpi terlebih dulu? Ini masih terlalu pagi!" gerutunya setelah mengetahui masih jam 2 dini hari. Dengan kepala yang sedikit pusing, ia berjalan keluar kamar menuju dapur untuk mengambil air putih. Tenggorokan terasa kering karena terlalu banyak menjerit. Ah itulah yang diperoleh setiap kali menangis.

Kendra mengambil buku catatan dari punggung. Sudah lama ia tidak membukanya hingga tulang rusuk terasa nyeri ketika teratuk sudut buku yang runcing. Wisteria warna-warni yang merambat di tulang belakang sudah menjalar kemana-mana hampir menjejali setiap rongga, saking jarangnya tidak dibuka.

Bbbuuuhhhh!!! Kendra menyeka getah dan lendir di buku usang warna hitam. Buku bersampul kulit kerbau, berisi kertas kuning gading yang bertuliskan ringkasan percakapan suci. Kali ini Kendra menulis dengan sangat hati-hati. Keindahan setiap huruf dilakukan dengan detail. Tulisan itu diakhiri dengan sepercik air mata yang tadi dikumpulkan melalui cawan kecil.

Kendra yang memohon hadiah

Begitulah kalimat pungkasannya. Lalu ia menyimpan kembali buku itu ke dalam punggung. Sebelum menguncinya rapat-rapat, jari-jarinya meraba seluruh rongga tubuh untuk mengambil jelaga yang bergelantungan dimana-mana. Satu windu sudah rongga tubuh itu terkunci, kini terbuka lalu tertutup untuk terakhir kalinya.

Hingga matahari terbit, Kendra hanya melamun, membiarkan kepalanya kosong yang terus memantulkan kata-kata "Ini pertemuan terakhir." Sejatinya ia ingin menangis, tetapi matanya diciptakan selalu kering dari air mata. Jika terisak-isak tanpa mengeluarkan air mata sepertinya sangat naif!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline