Bagian 1 - Bagian 2 - Bagian 3 - Bagian 4 - Bagian 5 - Bagian 6 - Bagian 7
Pagi menjelang. Akil sudah bersiap ingin ikut terbang bersama Pak Elang ke desa seberang padang ilalang. Sarapan dan minum susu sudah Akil lakukan.
Saat Pak Elang menghampiri, Akil pun sudah siap. Noya nampak sedih, saat diberitahu bahwa Akil akan terbang bersama Pak Elang untuk mencari keluarganya.
"Akil, nanti kalau sudah ketemu Ayah dan Ibumu, Akil tetap tinggal di rumah Noya, kan?" tanya Noya dengan muka yang sedih.
"Tidak, Noya! Aku akan tinggal dengan Ayah dan Ibuku!" jawab Akil dengan semangat.
"Lalu, aku akan dilupakan?" lanjut Noya dengan pertanyaan sedih.
"Tidak. Aku bisa berkunjung ke sini. Dan kamu juga bisa berkunjung ke rumahku. Iya kan, Bibi?" lanjut Akil.
Ibu Noya hanya menganggukkan kepala sambil tersenyum. Noya mulai menangis, lalu meminta gendong Ibunya.
"Noya, jangan cengeng. Air mata itu tanda kelemahan. Itu kata Ayahku!" kata Akil saat Akil melihat drama menangis Noya.
"Kamu sudah siap, Akil. Naiklah ke punggungku. Dan berpeganglah yang erat. Aku akan terbang tinggi. Supaya semua desa bisa terlihat!" kata Pak Elang yang ingin segera memulai petualangannya dengan Akil.
Dengan sigap dan semangat Akil menaiki punggung Pak Elang. Lalu, Ayah Noya membetulkan posisi duduk Akil dan memastikan posisi duduk Akil sudah benar.