Raden Patah merupakan raja pertama dari Kerajaan Demak yang merupakan kerajaan pertama di Pulau Jawa pada tahun 1478. Raden Patah merupakan keturunan berdarah Jawa dan Cina yang lahir di Palembang pada tahun 1455. Berdasarkan silsilah anak dari Raja Brawijaya, Raden Patah adalah anak dari selir Raja Brawijaya yang bernama Siu Ban Ci atau Putri Campa. Raja Brawijaya merupakan raja Kerajaan Majapahit yang terakhir pada tahun 1408 sampai 1501. Putri Campa merupakan permaisuri kesayangan Raja Brawijaya, hal tersebut mengundang kecemburuan antara permaisuri raja yang lain. Pada usia kehamilan 7 bulan Raja Brawijaya menitipkan Putri Campa kepada Arya Damar yang menjabat sebagai bupati Palembang. Setelah melahirkan Raden Patah, Putri Campa kemudian menikah lagi dengan Arya Damar. Dari pernikahan itu mereka dikaruniai seorang anak yang bernama Raden kusen. Pada Saat Raden Patah beranjak dewasa, ia diminta untuk menggantikan Ayah tirinya menjadi Bupati Palembang. Akan tetapi, Raden Patah menolaknya dan memilih kembali ke pulau Jawa untuk mendalami Agama Islam kepada Sunan Ampel di Surabaya. Nama Raden Patah sendiri adalah pemberian dari Wali Songo yang mempunyai arti yaitu kemenangan. Sebelumnya Raden Patah mempunyai berbagai nama seperti Raden Hasan, Jin Bun, Raden Zainal Abidin, dan masih banyak lagi. Saat menuntut ilmu kepada Sunan Ampel Raden Patah dikenal mempunyai kecerdasan diatas rata-rata dari pada murid lainnya. Hal ini membuat Sunan Ampel antusias menyuruh Raden Patah untuk mendirikan pondok pesantren di area Barat Surabaya. Pada saat misi mengembara ke arah barat, Raden Patah menemukan hutan yang ditumbuhi banyak tanaman Glagah yang aromanya wangi. Kemudian hutan tersebut diberi nama Glagah Wangi, mulai dari nama Glagah Wangi inilah Raden patah mendirikan sebuah pondok pesantren yang sekarang dikenal dengan sebutan Demak.
Raden Patah berhasil mendirikan pesantren dan memiliki lebih dari 2000 Santri. Padahal saat itu masyarakat Demak merupakan pemeluk agama Hindu dan Budha. Karena keberhasilan Raden Patah hal ini mendapat apresiasi dari Wali Songo. Salah satu apresiasi yang diberikan oleh para Wali Songo yaitu dengan meresmikan Masjid Pondok Pesantren Glagah Wangi atau yang disebut dengan Masjid Demak pada tahun 1466. Raden Patah juga dinobatkan sebagai bupati Glagah Wangi tahun 1475. Pada saat itu perkembangan Islam sangat maju pesat dan menjadi pusat penyebaran pendidikan agama Islam terbesar di Jawa. Pada tahun 1478 Raden Patah resmi dinobatkan sebagai Sultan atau raja Kerajaan Demak. Pada masa kepemimpinan Raden Patah sebagai raja, Kerajaan Demak pernah terlibat perang saudara dengan kerajaan Majapahit. Raden Patah secara terpaksa memberontak Kerajaan Majapahit yang ingin mempersempit wilayah perkembangan Islam dalam pemberontakan itu Demak dapat menaklukkan Kerajaan Majapahit dan memperoleh kemenangan. Akibat dari pemberontakan itu Raja Brawijaya meninggal dunia. Bukti dari kemenangan tersebut yaitu, membawa pulang soko ukir yang merupakan penopang pendopo Kerajaan Majapahit yang saat ini menjadi di tiang-tiang luar Masjid Agung Demak, membawa pulang pusaka kerajaan Majapahit, membawa tempat duduk Raja Majapahit yang sekarang digunakan sebagai mimbar khutbah di Masjid Agung Demak.
Di era pemerintahan Raden Patah Kesultanan Demak mengalami perkembangan yang maju dan pesat dalam berbagai bidang, diantaranya yaitu, memperluas dan mempertahankan kerajaan, mengembangkan agama Islam ke wilayah lain, menerapkan musyawarah dan kerjasama antara ulama dan para penguasa. Selain itu, Peran Raden Patah dalam mempertahankan kerajaan Majapahit sangatlah besar. Raden Patah berhasil memperluas dan mempertahankan kerajaan Majapahit, salah satu keberhasilan Raden Patah adalah dapat menaklukan Girindra Wardhana yang awalnya merebut tahta Majapahit hingga mengambil alih kekuasaan Kerajaan Majapahit. Raden Patah juga mengadakan perlawanan terhadap Portugis yang telah menduduki Malaka dan berniat jahat dalam mengganggu wilayah Demak. Untuk itu, raja Raden Patah mengutus putranya yaitu Raden Surya atau Pangeran Sabrang Lor untuk memimpin perlawanan tersebut walaupun hasil akhirnya gagal. Selain itu, dalam bidang dakwah Islam dan perkembangannya Raden Patah mencoba menerapkan hukum-hukum Islam dalam berbagai aspek di kehidupan.
Setelah keberhasilannya, Raden Patah wafat Saat berusia 63 tahun pada tahun 1518 di Demak, Jawa Tengah. Beliau dimakamkan tidak jauh dari Masjid Agung Demak. Dari kisah beliau dapat kita simpulkan bahwa Kesultanan Demak adalah inspirasi bagi bangsa kita untuk terus berjuang mengelola negara di bidang pertahanan dan seni budaya yang ada. Kisah ini dapat menginspirasi kita dalam memecahkan berbagai masalah. Kita harus mencontoh dan meneladani kearifan beliau dalam memimpin kerajaan hingga maju sangat pesat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H