Senja mempersilahkan aku untuk mengenang semua fenomena yang berpapasan dengan segala sesuatu yang berbau tentang kamu
Senja selalu mengingatkan aku tentang apa yang tersirat dalam kenangan, ketika empat kaki menjadi saksi bisu di jalan menuju kegelisahan
Senja pun mengumumkan, bahwa kamu dan aku pernah melintasi jembatan besar yang bersejarah itu, melewati kuburan cina yang penuh misteri itu, melawati taman-taman bunga yang indah di tengah kota
Senja menjadi petanda, bahwa sudah saatnya aku menyalakan kamu untuk menjadi penerang di malam yang gelap dan dingin nanti
Nanti, senja akan bertepuk tangan dan menyambut kamu dan aku melintasi jalanan setapak yang terjal dan curam itu
Senja pun menangis ketika dekapan mesra nan hangat itu perlahan-lahan terlepas dari pundak yang basah akan keringat ini
Senja pun kembali menjadi saksi, ketika uluran tanganmu tiba-tiba menjauh
Senja sudah tidak dapat diprediksi lagi, ketika semuanya menghilang begitu saja, termasuk kamu
Senja sudah tidak dapat dibedakan lagi ketika musim hujan mulai datang, dengan guyuran-guyuran kecil yang menyamarkan senyuman pahit dan tiba-tiba guyuran itu berubah dengan tergenangnya pulau impian yang tempo dulu pernah terajut
Terajut yang hanya beberapa hitungan detik, dan terurai kembali tidak lebih dari sekedipan mata
Kasihan sekali,,,,
Kini, senja menjadi sebuah sejarah yang hanya bisa dikenang dalam sebuah ayunan di bawah pohon rindang dengan diiringi lagu-lagu melow
Dengan tiba-tiba, terdengar sebuah petir menyambar
Dan senja menyambutnya kembali, mengucapkan kalimat selamat datang
Dari kejauhan, senja melambaikan tangan kepada kamu yang tempo lalu mengucapkan selamat tinggal
Dengan kamu yang tempo lalu meninggalkan aku sendiri menikmati alunan lagu yang mendayu-dayu itu
Kasihan sekali kamu, duhai nona
Senja,
Dia teramat manis untuk dilupakan begitu saja
Ingatkah kamu wahai senja
Dia adalah orang yang pertama menemukan aku dalam ayunan di bawah pohon rindang itu
Dan dia pula orang yang pertama meninggalkan aku sendiri kembali dalam ayunan di bawah pohon rindang itu
Senja mulai tersenyum
Dan Kamu wahai Lentera, kini tubuhmu sedang ku usap dengan mesra, ku bersihkan sela-sela tubuhmu yang berdebu itu
Dan Aku sudah siapkan satu batang korek api ditangangku untuk menyalakanmu kembali
Nanti petang
Selamat senja teruntuk kamu yang teramat manis tuk dilupakan seperti lagu yang biasa diputar oleh tetanggaku setiap senja menjelang
@sobariyaharifin
Cilegon, 17 Rabiul Akhir 1435 H (16:58)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H