Lihat ke Halaman Asli

Sajak Senja

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Senja mempersilahkan aku untuk mengenang semua fenomena yang berpapasan dengan segala sesuatu yang berbau tentang kamu

Senja selalu mengingatkan aku tentang apa yang tersirat dalam kenangan, ketika empat kaki menjadi saksi bisu di jalan menuju kegelisahan

Senja pun mengumumkan, bahwa kamu dan aku pernah melintasi jembatan besar yang bersejarah itu, melewati kuburan cina yang penuh misteri itu, melawati taman-taman bunga yang indah di tengah kota

Senja menjadi petanda, bahwa sudah saatnya aku menyalakan kamu untuk menjadi penerang di malam yang gelap dan dingin nanti

Nanti, senja akan bertepuk tangan dan menyambut kamu dan aku melintasi jalanan setapak yang terjal dan curam itu

Senja pun menangis ketika dekapan mesra nan hangat itu perlahan-lahan terlepas dari pundak yang basah akan keringat ini

Senja pun kembali menjadi saksi, ketika uluran tanganmu tiba-tiba menjauh

Senja sudah tidak dapat diprediksi lagi, ketika semuanya menghilang begitu saja, termasuk kamu

Senja sudah tidak dapat dibedakan lagi ketika musim hujan mulai datang, dengan guyuran-guyuran kecil yang menyamarkan senyuman pahit dan tiba-tiba guyuran itu berubah dengan tergenangnya pulau impian yang tempo dulu pernah terajut

Terajut yang hanya beberapa hitungan detik, dan terurai kembali tidak lebih dari sekedipan mata

Kasihan sekali,,,,

Kini, senja menjadi sebuah sejarah yang hanya bisa dikenang dalam sebuah ayunan di bawah pohon rindang dengan diiringi lagu-lagu melow

Dengan tiba-tiba, terdengar sebuah petir menyambar

Dan senja menyambutnya kembali, mengucapkan kalimat selamat datang

Dari kejauhan, senja melambaikan tangan kepada kamu yang tempo lalu mengucapkan selamat tinggal

Dengan kamu yang tempo lalu meninggalkan aku sendiri menikmati alunan lagu yang mendayu-dayu itu

Kasihan sekali kamu, duhai nona

Senja,

Dia teramat manis untuk dilupakan begitu saja

Ingatkah kamu wahai senja

Dia adalah orang yang pertama menemukan aku dalam ayunan di bawah pohon rindang itu

Dan dia pula orang yang pertama meninggalkan aku sendiri kembali dalam ayunan di bawah pohon rindang itu

Senja mulai tersenyum

Dan Kamu wahai Lentera, kini tubuhmu sedang ku usap dengan mesra, ku bersihkan sela-sela tubuhmu yang berdebu itu

Dan Aku sudah siapkan satu batang korek api ditangangku untuk menyalakanmu kembali

Nanti petang

Selamat senja teruntuk kamu yang teramat manis tuk dilupakan seperti lagu yang biasa diputar oleh tetanggaku setiap senja menjelang

@sobariyaharifin

Cilegon, 17 Rabiul Akhir 1435 H (16:58)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline