Lihat ke Halaman Asli

Limantina Sihaloho

Pecinta Kehidupan

Cara Cerdas Bersahabat dengan Penyakit Kanker

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

[caption id="attachment_211158" align="alignleft" width="259" caption="Bunga daffodil, simbol bagi mereka yang hidup bersama kanker. (Sumber: www.cs.nott.ac.uk)"][/caption]

Barusan saya membaca tulisan Oce Kojiro  yang masih di headline. Oce sudah 6 tahun terakhir ini hidup dengan leukemia, kanker darah. Saya juga membaca tulisan lain Oce yang berjudul: Glivec vs Hydrea sebelum tulisan ini: leukemia.

Terima kasih Oce. Walau Anda harus hidup bersama kanker Anda masih menulis. Hal ini berguna untuk sesama, bagi yang menjalani hidup seperti Anda, juga bagi mereka yang mempunyai anggota keluarga dengan leukemia atau jenis kanker lainnya. Dalam dua tahun terakhir saya belajar bagaimana sebaiknya kita bersikap terhadap kanker (jenis apa saja). Secara teoritis mudah, dalam prakteknya kita jatuh-bangun. Kalau jatuh, selalu ada pilihan untuk bangun. 1. Berdamailah dengan ketakutan. Kalau kita mengalaminya untuk pertama kali, kita bisa panik. Dengar kata "kanker" saja sudah membuat sebagian orang takut. Pengumuman pertama dari dokter bagi keluarga dan pasien adalah masa awal yang paling berat dan menakutkan. Saya mengalami ketakutan yang luar biasa ini ketika adek saya didiagnosa kena kanker, leukemia. Kadang benar, ketakutan itu bisa membunuh. Semakin takut seseorang, semakin lemah daya tahan tubuhnya. Ini berlaku tanpa pandang bulu, bagi yang kena kanker atau yang sehat. Beruntunglah mereka yang segera bisa membalik ketakutan menjadi optimisme dan kepasrahan yang aktif. Berdamai dengan kanker. Melawan secara psikologis hanya akan memperparah keadaan. 2. Dalam keadaan panik, silahkan cari dukungan dokter dan juga pembimbing spiritual sesuai kebutuhan dan agama masing-masing. Pengalaman kami menunjukkan pendekatan menyeluruh ini bisa saya bilang mutlak. Dokter adek saya di Indonesia waktu itu berbincang-bincang dengan saya dan mengatakan, itu benar. Dokter apalagi di Indonesia, sibuk dan kerja di banyak tempat. Mereka hampir-hampir tak punya waktu untuk menyentuh jiwa pasien kanker. Padahal, optimisme dokter serta dukungan psikologisnya bagi pasien bisa lebih berarti daripada obat termasuk hydrea atau glivec itu. Waktu itu, begitu dokter memberitahukan adek saya dia kena kanker darah, dalam hitungan menit, dia sudah bisa berbicara dengan seorang konselor (yang bukan dokter) melalui telepon untuk memperoleh penguatan spiritual. 3. Mempelajari prilaku dan gaya kanker yang ada pada diri sendiri, anggota keluarga, atau teman. Semakin banyak kita mengenal prilaku dan gaya ini, semakin bagus, semakin berguna bagi kita. Membaca efek samping glivec yang ada dalam postingan Oce tentu membuat orang lain yang hidup dengan kanker atau keluarga bertambah takut kan. Ketakutan ini yang menurut saya justru memicu dan memperparah kondisi pasien. Pikiran itu bisa menjadi salah satu pembunuh. Setiap obat saya kira punya efek samping tetapi ada cara-cara untuk mengatasi efek samping itu. Tubuh manusia mempunyai kemampuan luar biasa untuk mengatasi masalah jika pikiran dan spirit juga bisa berfungsi dengan baik. 4. Bagi mereka yang hidup bersama kanker dan bisa mengonsumsi glivec, silahkan mencari informasi dan dukungan. Yayasan Kanker Indonesia adalah lembaga yang mengurusi distribusi glivec bekerja sama dengan rumah-rumah sakit yang ada di sini. Ribet memang kalau di Indonesia; apa yang tidak mereka (kita) bikin ribet di sini? Keribetan ini bisa memicu dan memperparah kondisi pasien dan keluarganya. Cara yang sederhana bisa seperti di Malaysia: pasien bisa mendapatkan glivec di rumah sakit di mana dia secara rutin bertemu dokternya. Mudah kan. Kalau di tetangga bisa mudah, kenapa di sini sulit?

5. Glivec adalah obat kanker hasil kerja sama The Max Foundation dan Novartis; themaxfoundation. Anda perlu tahu apa itu The Max Foundation. Situs ini akan membuat Anda optimis bahwa masih banyak harapan dan hidup masih sangat berharga. The Max Foundation adalah sebuah lembaga nirlaba yang didirikan oleh orang tua Maximiliano M. Rivalora bersama sahabat-sahabat mereka beserta beberapa dokter yang peduli pada kanker. Max (1973-1991) kena kanker jenis Chronic Myelogenous Leukemia (CML) pada usia 14 tahun dan meninggal pada usia 17. Glivec adalah obat yang lebih baik daripada Hydrea. Siapa saja di kolong langit ini boleh memperoleh glivec secara gratis kalau bukan berasal dari keluarga milyarder. Oce sudah bilang, butiran glivec itu harganya lebih mahal daripada butiran emas. Kebijakan The Max Foundation adalah memberikan glivec secara gratis kepada mereka yang boleh mengonsumsi obat ini sesuai diagnosa dan resep dokter.

6. Disiplin dan optimis. Makan makanan sehat dan bergizi. Oooh, lupakan makanan-makanan sampah yang tidak berguna itu sebab hanya akan membebani tubuh Anda. Bagi mereka yang sehat, makan makanan cepat saji, junk-food mungkin tak ada masalah tetapi bagi Anda yang hidup bersama kanker, lupakanlah. Nikmati makanan-makanan luar biasa pemberian Alam: buah-buahan segar, sayur dan biji-bijian yang kaya enzim yang berfungsi memperbaharui sel-sel tubuh yang rusak termasuk membersihkan toksin-toksin obat yang ada dalam tubuh. Makanan yang sehat adalah obat. Tanpa mengonsumsi makanan yang sehat, pasien bahkan yang sehat saja akan menjadi tidak sehat.

7. Olahraga dan istirahat yang benar. Olahraga tidak perlu yang berat-berat, jalan kaki 20-30 menit setiap hari sudah bagus. Olahraga membuat peredaran darah menjadi lebih lancar hingga ke otak. Darah menjadi lebih sehat dan itu berarti sangat membantu meningkatkan kekebalan tubuh. Istirahat/tidurlah yang baik, 7-8 jam sehari.

8. Minum air putih. Cukup cairan akan membuat otak dan tubuh berfungsi dengan baik. Kurang cairan membuat kepala pening dan bisa oyong.

Saya bisa merangkum semua yang saya sebut di atas ke dalam satu kata: bersyukur. Ada yang kena kanker bilang pada saya: "Mbak tahu nggak? Saya malah lebih sehat setelah kena kanker daripada sebelum kena." Saya waktu itu heran. "Ah kok bisa?" Lalu dia menjelaskan: setelah kena kanker, dia jadi disiplin merawat dirinya. Yang lebih dalam, dia jadi bersyukur betapa hidupnya berharga; dia bisa memilih untuk optimis daripada pesimis. Jalan keluar menjadi lebih mudah kalau kita berusaha untuk optimis. Kadang pesimisme datang tetapi kita tidak harus membiarkannya menjajah diri kita sebab memang tidak berguna sama sekali kan.

Optimisme membuka banyak jalan; pesimisme sebaliknya. Tinggal pilih saja mau yang mana.

Saya membaca tulisan-tulisan dokter adek saya berkaitan dengan kanker. Hhhmmm. Satu hal yang tak bisa saya lupakan adalah kesimpulan dokter itu dari hasil pengalamannya berinteraksi dengan pasien dan keluarga: kebanyakan orang masih mempunyai persepsi yang salah tentang kanker; kanker tak bisa disembuhkan dan mayoritas yang kena kanker pasti meninggal. Ooo...ooooh! Jangankan yang kena kanker, yang sehat-sehat saja kan pasti meninggal.

Bersyukur. Hidup memang berharga tetapi kita tidak perlu ngotot-ngototan mempertahankannya. Bisa menguras banyak energi. Kerelaan dan kepasrahan untuk mati dan membiarkan orang lain pergi juga sebuah sikap mulia. Kita lakukan yang paling baik dalam segala hal dalam syukur; selebihnya adalah urusan Yang Empunya Segalanya.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline