Lihat ke Halaman Asli

Limantina Sihaloho

Pecinta Kehidupan

"Apel Tigarunggu"

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_34653" align="alignleft" width="295" caption=""Apel-Tigarunggu" atau kesemek atau kesmak dalam bahasa lokal. (Foto LTS)"][/caption] Kesemek (dalam bahasa Inggris disebut sebagai persimmon, kadang disebut orang sebagai "the fruit of gods") sedang musim di Kecamatan Purba sampai ke kematan tetangganya ke arah Seribudolog. Minggu lalu, sepanjang jalan dari Tigarunggu ke Seribudolok, saya melihat "the fruits of gods" itu sebagian besar sedang berwarna kuning. Di kampung kami, atau di Kecamatan Purba, nama lain kesemek adalah "apel-Tigarunggu". Tigarunggu merupakan ibukota Kecamatan Purba. Banyak penduduk menanam kesemek di ladang mereka walau belakangan ini jumlahnya sudah banyak berkurang. Kesemek murah bahkan tidak laku. Saya jarang memikirkan kesemek tetapi setelah saya disuguhkan makan buah kesemek di Singapura di waktu yang lalu, saya lalu memikirkannya dengan sungguh-sungguh... "This is an expensive fruit here", kata tuan rumah saya sambil menyuguhkan sebuah kesemek pada saya, "they brought it from Israel." Beberapa detik, saya tergagap juga karena buah yang disodorkan itu sama sekali tak asing bagi saya. Di samping rumah kami, ada beberapa pokok kesemek milik tetangga yang sering buahnya menguning sampai lembek tak diambil. Pada waktu kecil saya selalu lihat kesemek. Orang tua ibu saya punya banyak kesemek yang nampak dari halaman rumah kami. Mungkin tuan rumah saya mengira saya belum kenal kesemek. Terus dia bilang, "We call this persimmon." "Persimmon?" tanya saya lebih karena rasa geli mengapa mereka jauh-jauh mengimpor buah macam itu dari Israel. Mengapa tidak dari Sumatra Utara? Mengapa tidak dari kampung halaman saya sebab di sana banyak kali persimmon (kesemek) yang ukurannya jauh lebih besar dan saya yakin rasanya pasti tak kalah enak dengan kesemek asal Israel yang dari Singapura sangat jauh dibanding dengan Sumut. [caption id="attachment_34654" align="alignright" width="298" caption="Kemesek yang terlantar tapi tetap berbuah di kampung saya di Urung Panei, Kec. Purba - buah masih berwarna hijau saat foto ini diambil... :) (Foto LTS)"][/caption] "In my village, we have a lot of fruit like this...", saya lanjutkanlah cerita bagaimana kesemek sampai berjatuhan dari pokoknya di Kec. Purba dan sekitarnya karena murah dan tak laku. Setelah saya barusan lihat informasi tentang kesemek di Google, saya menemukan sebuah informasi penting bahwa Singapura di waktu yang lalu mengimpor kesemek dari Sumut; itu berarti dari kampung kami di Kec. Purba karena ini merupakan salah satu wilayah penting penghasil kesemek di Sumut. Mengapa Singapura beralih ke Israel? Alasannya kesemek asal Sumut kualitasnya kurang bagus. Katanya. Yang benar sajalah...! Dugaan saya itu bukan soal kualitas buah tapi kualitas pengelolaan dan pemasaran mulai dari Kecamatan Purba hingga ke Singapura yang jaraknya sebenarnya tak jauh. Kesemek di Kec. Purba sekarang tak begitu terawat lagi; yang berada di tengah ladang yang diusahakan terus lumayan bagus. Saya membawa sekitar 50 buah kesemek ke Pematang Siantar, dari ladang saudara ibu saya di dekat ladang kami. Kesemek mereka dibiarkan bersemak; walau begitu karena pohonnya kuat, setiap tahun selalu rajin berbuah. Dibiarkan begitu saja, dia berbuah terus. Adek saya merendam semua kesemek itu dalam air pakai garam, tangkai dekat muncung-petiknya sudah dibersihkan. Sedih juga saya karena dia rendam 4 hari. Sebagian jadi tidak bagus. Nggak tahu dia kalau kesemek mahal dan saya suka makan kesemek. Asli deh, adek saya belum makan sebiji pun. Ini masalah psikologis; dia pikir kesemek buah murah yang bisa dengan mudah didapat disemak-semak di kampung sana. Jadi dia tak selera makan buah macam itu karena ketika tinggal di kampung, saban waktu saat kesemek musim, dia sering lihat. Begitu juga dengan penduduk di Kec. Purba. Mereka tak selera makan kesemek padahal buah ini kaya vitamin A, kalium. Itulah maka muncul istilah "Apel-Tigarunggu". Ini sebenarnya istilah untuk menyindir kesemek yang murah dan tidak laku. Kami juga menamakannya kesmak, lebih enak di lidah daripada kesemek. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline