Ini cerita liburan tahun lalu dari Silke, kawan saya di Bonn. Ia penasaran pada Vietnam dan Indonesia. Maka, sebagian gajinya ditabung untuk menjadwalkan liburan sebulan di kedua negara. Dan, didekatinya saya serta seorang kawan Vietnam untuk mencari tahu ini itu tentang kedua negara. Di tangannya ada Lonely Planet, kitab suci para pelancong.
Saran saya , sempatkanlah homestay di desa, jangan datang sekitar hari pemilihan umum atau di saat puncak liburan.
Silke pun menuju Bali. Memilih Karangasem, ia tinggal 2 minggu di sebuah keluarga sederhana yang dikenalnya dari temannya teman dari kitaran pergaulan teman yang lain lagi.
Sepulang dari liburan, ia menulis email penuh semangat:
"Saya dijamu makan pagi, siang, malam selama dua minggu oleh sepasang suami istri pemilik rumah yang.....pengangguran!"
"Kamu tak membayar mereka?"
"Mereka tak mau...katanya makanan banyak kok, jangan khawatir....pesta adat susul menyusul, belum lagi acara lain ....cukup bayar biaya kamar saja, dan itupun alamak......murahnya!"
Saya katakan pada Silke, bangsa Indonesia memang baik, ramah dan tulus. Apalagi orang desa. Beruntung ia merasakan pengalaman yang menyenangkan.
Sebagai kawan yang akrab, kami terkadang dengan rileks mengolok-olok stereotipe orang berdasarkan bangsa. Hanya untuk percakapan pribadi, tentu saja. Silke, saya menyebutnya Si Jerman Kikir. Sementara saya, dipanggilnya, Si Jam Karet tapi Royal.
Soal Jerman yang kikir dan tak mau rugi, ia sendiri yang menjelaskan lewat kisah humor tentang turis Jerman di tempat-tempat wisata, yang konon mengendap-endap tengah malam untuk menyampirkan handuknya di kursi tepi kolam renang, agar keesokan harinya si Jerman itu aman mendapat kapling terbaik dan tak perlu berebutan dengan pengguna kolam renang lainnya.
Ketika ia bercerita tentang nasib baik yang menyertainya selama tinggal di Karang Asem, tentu Silke menggunakan kacamata "Si Jerman Kikir" yang jujur diakuinya adalah bagian dari dirinya. Itulah mengapa ia begitu semangat menceritakan betapa "wonderful"-nya bangsa Indonesia kepada teman kami lainnya. "You should come...you should come..." ia mengompori teman lainnya. Di hari-hari awal kepulangannya dari Bali, Silke seperti baru saja dinobatkan menjadi Duta Pariwisata Indonesia atau semacamnya. "Liburan hemat a la desa...sudah saya coba. Ajaib, ajaib, dijamu keluarga pengangguran.."