Lihat ke Halaman Asli

OSPEK: Senioritas vs Moralitas

Diperbarui: 24 Juni 2015   08:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1377573083254673618

[caption id="attachment_283656" align="aligncenter" width="504" caption="POMB Fakultas Psikologi USU 2010"][/caption]

Masa ospek di kampus saya sebentar lagi akan tiba. Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (disingkat OSPEK) dikenal sebagai salah satu kegiatan proses inisiasi mahasiswa baru. Di kampus kami, istilah yang sering digunakan adalah POMB (Pekan Orientasi Mahasiswa Baru) yang tujuannya sama saja seperti ospek. Intinya, kegiatan ini bertujuan untuk memperkenalkan mahasiswa baru (disingkat maba) terhadap sistem pendidikan di perguruan tinggi, cara belajar mandiri, suasana kampus, dan aturan-aturan yang berlaku di kampus (sumber: www.unisosdem.org). Setiap perguruan tinggi memiliki ciri khas masing-masing yang harus diketahui oleh semua mahasiswanya.

Selain itu, ospek juga sebagai wadah pembentukan karakter maba. Mengingat bahwa model pembelajaran antara sekolah dan perguruan tinggi itu berbeda, maka ospek diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai perbedaan model pembelajaran tersebut. Sekaligus membentuk karakter maba agar dapat mudah menyesuaikan diri dengan suasana kampus. Tujuan ospek ini sesungguhnya baik. Dalam prakteknya, terkadang tujuan itu bergeser ke arah yang kurang baik.

Hal ini bisa dilihat dari tingkat kekerasan yang terjadi ketika ospek setiap tahun. Roy Suryo menegaskan bahwa ospek bukan ajang untuk pamer kejumawaan dari senior ke juniornya. "Ospek bukan ajang mewujudkan jumawa senior. Tetapi sebagai ajang memberikan teladan bagi junior. Namun junior juga harus menunjukan kepatuhan pada seniornya. Itulah interaksi awal di sebuah kampus," ujar Roy saat memberikan orasi ilmiah pada pembukaan masa ospek mahasiswa UNY angkatan 2013/2014 (sumber: http://berita.plasa.msn.com)

Selama ini, ospek memang erat kaitannya dengan ‘senioritas’. Tahun ini giliran angkatan saya (2010) untuk mengadakan ospek di kampus. Saya tahu betul bagaimana perjuangan panitia untuk menyelenggarakan kegiatan ospek ini agar berjalan lancar, dimulai dari menyusun rangkaian acara hingga menunggu maba di kampus! Semua dilakukan untuk maba! Rasanya tidak adil jika terjadi kekerasan dalam ospek, publik langsung menyudutkan pihak tertentu. Sebagai mahasiswa psikologi, kami dituntut untuk selalu menganalisis penyebab perilaku seseorang. Saya yakin bahwa jika senioritas (bahkan kekerasan) itu muncul dalam ospek, ada pemicu yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Meskipun tak dapat dipungkiri, ada keinginan senior untuk balas-dendam dan arogansi terhadap maba.

Bisa dikatakan bahwa senioritas ini muncul karena adanya maba yang tidak patuh terhadap aturan ospek. Seperti yang diungkapkan Roy Suryo sebelumnya, jika maba patuh terhadap senior, maka kemungkinan terjadi senioritas (bahkan kekerasan) dapat diminimalisir. Fenomena yang saya lihat adalah adanya maba yang tidak memiliki rasa hormat dan sopan santun terhadap senior, bahkan dosen sekalipun. Selain itu, ada beberapa maba yang acuh tak acuh terhadap kegiatan ospek. Padahal panitia sudah merancang kegiatan ini dengan susah payah. Apa karakter maba seperti ini ingin dipertahankan? Silahkan jawab sendiri.

Kemudian, apa kaitannya dengan moralitas?

Moralitasadalah kualitas dalam perbuatan manusia yang menunjukkan bahwa perbuatan itu benar atau salah, serta baik atau buruk. Moralitas mencakup tentang baik-buruknya perbuatan manusia. (W. Poespoprojo, 1998: 18). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dijelaskan bahwamoralitas adalah sopan santun, segala sesuatu yang berhubungan dengan etika atau adat sopan santun.

Jika ingin dipersingkat, maka kesimpulannya adalah sebagai berikut:

“Sebagai maba, kalian harus memiliki moralitas yang tinggi. Dimulai dengan mematuhi aturan dan berperilaku sopan terhadap senior, setidaknya selama kegiatan ospek saja. Yakinlah bahwa perjuangan senior untuk mengadakan ospek itu tidak mudah. Hargai itu! Maka kekerasan itu dapat diminimalisir. Bahkan senioritas pun tidak akan muncul.”

Saya mengatakan hal ini bukan berarti saya tidak mengikuti ospek. Saya mengikuti ospek di kampus saya pada tahun 2010. Saya merasakan tekanan fisik dan psikologis selama ospek. Tapi karena saya mengikuti kegiatan itu dengan baik (meskipun pernah kena hukuman karena salah pakai atribut), saya dapat menjadi individu yang lebih tangguh dalam menghadapi perkuliahan. Menjadi mahasiswa sungguh berbeda dengan siswa dulu! Menjadi mahasiwa, jika kamu tidak survive, maka kamu akan drop out! Sederhana, tapi menyeramkan!

Mari kita semua introspeksi diri, baik senior maupun maba. Ospek ini punya tujuan baik untuk maba, jadi ikuti dan nikmati sajalah. Semua kegiatan itu ada tujuannya.

Saat kamu sudah di angkatan akhir, kenangan itu akan jadi kenangan manis (dan pahit) yang bisa diingat terus #halah. Untuk senior, berhenti menggunakan kekerasan. Untuk membentuk karakter maba memang tidak bisa dilakukan dalam waktu beberapa hari saja. Lakukan yang terbaik TANPA kekerasan. Segala bentuk kekerasan tidak diperkenankan, kawan! Mungkin maba itu bisa luluh dengan KELEMBUTAN #haha. Selamat ber-OSPEK ria! ^^/ [LS]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline