Saat ini, masyarakat Indonesia tengah dihadapkan pada polemik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang akan naik dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Meski pemerintah menyatakan bahwa kebijakan ini ditujukan untuk barang dan jasa mewah atau premium, kenyataannya, menurut Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebagaimana dilansir oleh CNN Indonesia, tarif PPN 12 persen tersebut tidak terbatas pada barang mewah saja. Dengan kata lain, kenaikan ini juga akan berlaku untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat, seperti sabun mandi, makanan siap saji di restoran, pulsa telepon, tiket konser, hingga layanan video streaming seperti Netflix.
Situasi ini tentu memunculkan kekhawatiran, karena kemungkinan besar akan semakin mencekik masyarakat, terutama di tengah menurunnya daya beli saat ini.
Sebagai bentuk penolakan terhadap kenaikan PPN, sebuah petisi berjudul "Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!" muncul di situs change.org. Petisi yang diunggah pada 19 November lalu ini langsung mendapatkan respons dari masyarakat dan telah berhasil mengumpulkan hampir 200.000 tanda tangan.
Bahkan, saat ini muncul pula gerakan penghematan yang dikenal dengan konsep frugal living. Gerakan ini gencar disuarakan di media sosial seperti X sebagai bentuk boikot terhadap pemerintah atas kenaikan PPN sebesar 12 persen.
Sebagai informasi, dikutip dari Tribunnews, frugal living adalah konsep ketika seseorang mengelola keuangannya dengan penuh kesadaran dan pertimbangan matang. Orang yang menerapkan gaya hidup ini cenderung lebih memperhatikan bagaimana uangnya digunakan dan lebih mengutamakan kualitas daripada sekadar memilih berdasarkan merek.
Dampak Frugal Living Terhadap Pemerintah
Lantas, jika masyarakat benar-benar menerapkan gerakan frugal living ini, apakah hal tersebut akan memberikan dampak yang signifikan terhadap pemerintah? Berikut adalah beberapa kemungkinan dampak yang dapat muncul akibat penerapan gaya hidup hemat ini terhadap pemerintah.
1. Penurunan Konsumsi dan Pertumbuhan Ekonomi
Ketika masyarakat memilih untuk lebih berhemat dan memotong pengeluaran, daya konsumsi secara keseluruhan akan menurun. Konsumsi rumah tangga merupakan salah satu pilar utama pertumbuhan ekonomi di banyak negara, termasuk Indonesia. Jika konsumsi turun secara signifikan, hal ini dapat memperlambat laju pertumbuhan ekonomi, karena sektor-sektor seperti ritel, hiburan, dan pariwisata akan mengalami penurunan pendapatan.
2. Dampak pada Pendapatan Pajak