Tahun ini adalah tahun ajaran baru, di mana sekolah tempat saya mengajar memberlakukan kurikulum merdeka. Di tahun ajaran ini pula saya diberikan amanah 2 kelas yang anggotanya terdapat siswa yang memiliki kebutuhan khusus (abk). Memang orang tuanya tidak menganggap bahwa anaknya memiliki kekurangan, buktinya mereka dimasukkan ke sekolah umum bukan sekolah luar biasa.
Pada awalnya saya belum mengetahui jika ada siswa yang memiliki kekurangan dalam berinteraksi, karena memang jika dilihat sekilas seperti anak yang normal. Pihak sekolah pun tidak memberikan catatan apa-apa mengenai kriteria siswa ini, namun seiring berjalannya waktu, barulah saya tahu kalau siswa ini memiliki kekurangan dalam merespon dan berkomunikasi serta daya fokus ketika pembelajaran berlangsung.
Hari pertama saya masuk dalam kelas ini tentunya adalah hari perkenalan dengan siswa-siswa baru. Semua siswa memperkenalkan dirinya dengan menyebutkan asal sekolah dan hobi masing-masing. Siswa yang memiliki kekurangan atau berkebutuham khusus itu pun mengenalkan dirinya, namun teman-temannya yang lain mengganggu fokusnya hingga ia belum sempat mengucapkan hobinya, untung saja saya mendengar siapa namaya.
Ia menolak ketika ditanya ulang tentang hobinya dan saya pun tidak ingin memaksa karena terlihat dari raut wajahnya siswa ini sangat sulit untuk berkomunikasi.
Setelah perkenalan adalah memberikan motivasi jadi belum masuk materi pelajaran, teman-teman siswa ini selalu memberikan olokkan. Sehingga saya harus meluruskan maksud dari perkataan teman-temannya itu. Ternyata ia tidak bergeming atau marah hanya tersenyum saja, malah saya sebagai gurunya yang merasa kasihan.
Pertemuan kedua diisi dengan tes diagnostik, yaitu tes awal untuk menguji kemampuan dasar siswa tentang materi yang akan sampaikan. Tes diagnostik sebenarnya mudah, namun siswa kriteria abk ini mendapatkan nilai nol. Memang yang lain juga nilainya beragam tidak sempurna namun tidak ada yang nol.
Mulailah saya membagi siswa ke dalam beberapa kelompok untuk menjalankan pembelajaram dengan metoda" pembelajaran berdiferensiasi". Saya kelompokkan siswa tersebut dengan siswa yang memiliki empati yang baik agar dapat membimbing temannya.
Pertemuan berikutnya mulai pembelajaran baru yaitu bab pertama. Capaian pembelajaran yang sudah saya pisah menjadi tujuan pembelajaran dan alurnya menjadi pedoman untuk saya ketika mengajar.
Alhamdulillah siswa senang dengan metoda ini, namun ternyata ketika ulangan pertama, anak kriteria abk masih memiliki nilai yang sangat minim.
Strategi saya berikutnya adalah membuat alur pembelajaran yang baru menjadi lebih rinci lagi ke tingkat yang lebih mudah agar semua siswa dapat menyerap pelajaran dengan baik terutama untuk siswa kriteria abk.