Lihat ke Halaman Asli

Menunggu Tiket ke Jakarta

Diperbarui: 18 November 2015   07:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dua hari ini, di grup FB Simposium, kegelisahan dan kegusaran teman-teman guru yang kemarin mengirimkan karya tulis pada kegiatan Simposium Guru 2015 begitu terasa.

Beberapa bulan yang lalu, Kementrian Pendidikan Nasional menyelenggarakan seleksi bagi karya tulis guru-guru dan praktisi pendidikan. Kegiatan itu terintegrasi dengan kegiatan Simposium Guru 2015 yang akan diadakan pada tanggal 23-24 Nopember 2015.

Awalnya, saya mendapatkan informasi dari teman-teman grup diklat online yang diadakan oleh PPPPTK Matematika. Para DOLers (begitu kami menyebutnya), adalah sumber informasi yang up to date. Informasi terbaru tentang dunia pendidikan banyak saya dapatkan di grup ini. Bahkan, kami seperti sebuah organisasi MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) Matematika yang berskala nasional, hanya dilaksanakan secara online. Berbagai media sosial menjadi media komunikasi kami misalnya FB, BBM, WA, dan yang terakhir ini Telegram). Informasi yang ada di link http://simposiumguru2015.kemdikbud.go.id/ memacu saya untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan itu.

Pokoknya harus ikut, itu pikir saya. Menjadi peserta simposium di Jakarta adalah sesuatu yang menarik bagi saya. Apalagi saya belum memperoleh kepastian dari Dinas Pendidikan Kabupaten apakah karya saya kemarin dikirimkan atau tidak ke Lomba Inovasi Pembelajaran. Apalagi ternyata para DOLers ternyata juga banyak yang berniat sama dengan saya.

Dan,,,,, akhirnya makalah yang saya susun pun terkirim juga. Makalah saya yang merupakan laporan kegiatan inovasi pembelajaran dengan menggunakaan APM Halma Kartesius itu akhirnya bisa saya upload. Tentu saja dengan perjuangan melawan lemahnya jaringan internet yang ada dan besarnya file serta keterbatasan media laptop yang mulai sering protes pada pemiliknya. Alhamdulillah. Mengikuti sebuah kompetisi bagi saya bukanlah tentang menang dan kalah, tetapi sebuah upaya untuk menjaga semangat dan kreatifitas. Saya selalu katakan pada teman-teman bahwa mengikuti beberapa kegiatan itu supaya saya tidak gampang pikun, mengingat usia juga sudah mulai menua.

Peraturan tentang penilaian, sempat menjadi bahan pertimbangan juga untuk membatalkan kiriman itu. Tetapi saya berpikiran positif saja. Ternyata peraturan itu juga menjadi bahan diskusi beberapa teman. Karena adanya indikasi kecurangan, maka penilaian yang melibatkan vote itu menjadi bahan pertimbangan tersendiri dari panitia.

16 November 2015, teman-teman yang mengirimkan karya tulisnya rame berdiskusi di FB Grup Simposium. Berbagai canda, kegelisahan, harapan dan kegusaran campur aduk jadi satu. Para peserta karya yang berasal dari seluruh pelosok Indonesia ini berharap bisa mendapatkan tiket ke Jakarta. Peserta yang semula akan dipilih 200, ternyata dinaikkan jumlahnya menjadi 250. Semua berharap menjadi yang 250. Tetapi jika bukan menjadi yang 250, menjadi peserta penggembira yang diundang ke Jakarta saja sudah merupakan kegembiraan bagi kami. Panitia begitu alot menentukan siapa peserta yang terpilih. Karena itu, panitia akhirnya mengundur pengumuman menjadi tanggal 17.

Hari ini, 17 Nopember 2015, sampai jam 11.45, kami masih menunggu. Menunggu tiket ke Jakarta adalah sebuah harapan. Tetapi saya melihat, tiket ke Jakarta adalah sebuah semangat, sebuah kepedulian guru Indonesia terhadap dunia pendidikan, sebuah kehormatan bagi guru Indonesia karena memberikan kesempatan bagi kami untuk mempublikasikan karya kami. Selamat Hari Guru #Simposiumguru2015 #BulanBaktiGuru

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline