Mutiara bening berseluncur dengan liarnya
Menyusuri halusnya permukaan epidermis dengan pigmen yang mendekati sempurna
Membuatnya berkilat bak sembilu usai beradu dengan asahan
Deru nafas berebut kelar melalui tenggorokan
Menuju hidung dan mulut
Seakan tak mau mengantri
Dan sesekali helaan nafas panjang yang disusul sesaknya tarikan panjang
Sedikit melegakan dada yang berjubel
Akibat anak pinak warna bak spidol kehidupan yang sedang ia jalani
Sekaan jari jemari kecilnya seolah berusaha meraup mutiada demi mutiara bening
Berharap tak terlewatkan berang sebutir
Mengisyaratkan untuk segera menyudahi petualangan perseluncuran itu
Namun perang batin antara fikiran, hati dan perasaan yang sedang beradu sengit
Malam itu seakan tak memperdulikan isyarat halus itu
Entah apa yang akan terjadi pada sepasang indra penglihatannya itu esok hari
Akankah menjadi gundukan pucat ?
Atau bahkan gunungan daging yang dipenuhi tirta bening yang menggelayut
Hingga membentuk sepasang dua sejoli bak keturunan Chines
Tak terlihat sisi mana kedudukan karunia yang paling berharga untuk mensyukri setiap karunia nikmat-Nya
Biarlah.........
Mungkin ia melakukannya semata-mata ntuk menghibur diri
Mencoba mengusir gusuran duka dan meratakan serta mencampuadukkan warna-warni itu
Supaya terlihat mana warna yang indah namun tetap dapat bertahan
Akibat serangan angin yang menyerbu senagn segala serdadunya
Biarlah mutiara bening menjadi pengusir serdadu..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H