Pada tanggal 9 Januari 2023, seorang bayi perempuan meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sidikalang, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. Bayi tersebut adalah anak dari pasangan suami-istri Mayahta Simanjorang dan Rahmadayanti. Pasien (ibu dari bayi) telah mengalami pecah ketuban selama tiga hari sebelum masuk rumah sakit. Selama pasien dirawat di rumah sakit, dari Sabtu malam hingga Senin, tidak ada dokter yang melakukan pemeriksaan USG untuk memeriksa kondisi bayi dalam kandungan. Akibatnya, bayi tersebut tidak terselamatkan dan meninggal dunia.
Keluarga pasien menduga bahwa kematian bayi tersebut disebabkan oleh kelalaian pihak medis RSUD Sidikalang. Mereka menuduh bahwa pihak rumah sakit terlambat menangani pasien dan tidak memberikan informasi yang jelas tentang kondisi pasien dan bayi. Kasus ini kemudian menjadi viral di media sosial dan mendapat perhatian dari berbagai pihak, termasuk Ombudsman Perwakilan Sumatera Utara yang ikut turun tangan untuk melakukan investigasi terkait kasus ini.
Berdasarkan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) yang dilakukan oleh Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara, Abyadi Siregar, terkait kasus kematian bayi di RSUD Sidikalang, Kabupaten Dairi, ditemukan beberapa maladministrasi. Maladministrasi tersebut berupa penyimpangan prosedur yang dilakukan oleh dokter penanggung jawab pasien.
Dari hasil survei lapangan, terdapat dua fakta yang paling kuat, yaitu:
1. Ada prosedur yang tidak dilakukan oleh dokter yang menangani pasien. Menurut peraturan, ketika pasien datang, dalam waktu 1 x 24 jam harus ada kunjungan dari dokter.
2. Ombudsman menemukan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh dokter sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Dokter penanggung jawab pasien ternyata menghadiri rapat DPRD pada saat seharusnya ia menangani pasien tersebut. Akibatnya, bayi yang dikandung tidak terselamatkan dan meninggal.
Bahkan di saat bersamaan ketika pihak Ombudsman melakukan investigasi lapangan ke rumah sakit Sidikalang secara langsung ternyata mereka sama sekali tidak dapat menemui langsung si dokter yang menjadi penanggung jawab dari pasien tersebut, dan terhitung saat hari itu pula si dokter telah dibebastugaskan dari RS Sidikalang. Sikap dan etika pemberi layanan publik yang jelas tidak di sesuai kasus diatas juga menunjukkan dirampasnya hak publik untuk mendapatkan layanan sesuai dengan yang seharusnya, hal ini menjadi sangat sensitif dan benar-benar harus menjadi prioritas terlebih lagi karena menyangkut nyawa seseorang. Berdasarkan temuan Ombudsman, terdapat dua jenis maladministrasi dalam kasus ini:
Maladministrasi pelayanan publik: RSUD Sidikalang sebagai penyelenggara pelayanan publik telah lalai dalam memberikan pelayanan yang bermutu kepada pasien.
Maladministrasi penundaan berlarut-larut: Pihak RS tidak memberikan tindakan medis yang cepat dan tepat kepada pasien, sehingga mengakibatkan meninggalnya bayi.
Tingkat maladministrasi dalam kasus meninggalnya bayi di RS Sidikalang tergolong serius karena dampak fatal yang ditimbulkan, lalu melalui gambaran di kasus ini , kami menganalisis berdasarkan 9 kriteria dalam pengkategorisasian sebuah maladministrasi menurut hukum positif Indonesia, dengan rincian sebagai berikut :
1)Perilaku dan perbuatan melawan hukum: