Konflik agraria yang terjadi antara masyarakat dengan perusahaan atau institusi negara masih terus bermunculan hingga saat ini. Bahkan, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat setidaknya terdapat 241 kasus yang terjadi pada tahun 2023. Terdapat tiga sektor bisnis yang menyumbang konflik paling banyak, yaitu sektor perkebunan dan agribisnis, sektor properti, dan sektor pertambangan.
Dari berbagai konflik agraria yang terjadi, seringkali masyarakat yang menjadi korban. Bahkan, banyak masyarakat yang terampas lahan dan ruang hidupnya. Besarnya jumlah konflik agraria yang terjadi antara masyarakat dengan perusahaan atau bahkan dengan institusi negara merupakan sesuatu yang miris. Apalagi, seringkali konflik tersebut terjadi dengan dalih bahwa negara sedang melakukan pembangunan. Padahal, pembangunan sejatinya bertujuan untuk mensejahterakan rakyat, bukan justru merampas hak milik rakyat.
Hanya saja, perampasan hak milik rakyat adalah suatu keniscayaan dalam sistem kapitalisme -- demokrasi yang rakus. Bahkan, tidak jarang, perampasan hak milik rakyat ini dilegislasi oleh undang -- undang. Oleh karena itu, seringkali rakyat menjadi pihak yang terkalahkan dan tidak bisa melakukan pembelaan.
Hal ini tentu berbeda dengan sistem Islam. Pembangunan di dalam Islam dilakukan untuk kepentingan rakyat. Bukan kepentingan segelintir pihak tertentu yang menggunakan berbagai macam dalih untuk merampas hak rakyat. Pembangunan dilakukan semata -- mata untuk memenuhi kebutuhan rakyat dan mengupayakan kesejahteraan rakyat. Bukan mengikuti kepentingan investor dan permintaan pasar semata. Alhasil, konflik kepemilikan lahan antara masyarakat dan penguasa, tidak akan terjadi di dalam Islam.
Lantas, beranikah kita mengarahkan pembangunan semata -- mata untuk kepentingan rakyat dan untuk memberikan pelayanan kepada rakyat? Dengan demikian, lonjakan konflik agraria antara rakyat dengan perusahaan atau penguasa tidak akan terjadi. Bahkan, bisa dihindari.
Wallahua'lam bish showab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H