Lihat ke Halaman Asli

Lilik Ummu Aulia

Creative Mommy

Perempuan Berdaya, Perempuan Sejahtera?

Diperbarui: 17 Januari 2024   08:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (KemenPPPA) menyebutkan bahwa pada 2023, perempuan Indonesia semakin berdaya. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya angka Indeks Pembangunan Gender. Beberapa data yang ditunjukkan untuk menggambarkan semakin berdayanya para perempuan diantaranya adalah terkait dengan kemampuan perempuan untuk memberikan sumbangan pendapatan yang signifikan bagi keluarga, menduduki posisi strategis di tempat kerja, dan meningkatnya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif (www.antaranews.com, 06/01/2024).

Hanya saja, benarkah gambaran "perempuan berdaya" ini selaras dengan tingkat kesejahteraan perempuan? Faktanya, masih banyak para perempuan yang berada di bawah garis kemiskinan. Selain itu, menilik data dari BPS, angka perceraian semakin meningkat dan 75% didominasi oleh perceraian karena gugatan perempuan.

Alhasil, dengan memperhatikan data di atas, muncul sebuah pertanyaan, apakah predikat "perempuan berdaya" itu harus mengorbankan keluarga? Sementara, sumbangan pendapatan mereka yang signifikan terhadap keluarga juga belum cukup menjadikan keluarga sejahtera. Sebab, saat ini, harga berbagai kebutuhan, baik kebutuhan bahan makanan, pendidikan maupun kesehatan kian meroket.

Oleh karena itu, perlu kiranya kita mengevaluasi kembali relevansi antara "perempuan berdaya" dan "kesejahteraan perempuan". Sebab, jika kita memperhatikan penerapan sistem kehidupan saat ini yang dikuasai oleh oligarki, pihak yang "termiskinkan" bukan hanya perempuan, tetapi juga laki -- laki. Dengan kata lain, ketidaksejahteraan melanda seluruh lapisan masyarakat tanpa memandang perbedaan gender.

Dengan demikian, upaya untuk mensejahterakan masyarakat terutama perempuan, sejatinya tidak akan pernah berhasil jika dilakukan dengan program -- program pemberdayaan perempuan. Sebab, akar masalah masyarakat tidak sejahtera bukanlah karena perempuan tidak berdaya. Akan tetapi, sebab utama masyarakat termasuk perempuan tidak sejahtera adalah karena dikuasainya sumber -- sumber kekayaan yang menguasai hajat hidup orang banyak oleh segelintir oligarki.

Selain itu, berbagai agenda pemberdayaan perempuan yang sedang berjalan saat ini, pada hakikatnya justru semakin menambahkan beban di pundak perempuan. Sebab, secara fitrah, perempuan adalah pendidik generasi. Mereka adalah sekolah pertama dan utama bagi generasi. Ketika para perempuan ini juga harus memikul tanggungjawab ekonomi, tidak sedikit dari mereka yang terganggu kesehatan mentalnya, dan tidak jarang dari mereka yang hancur keluarganya.

Oleh karena itu, kita membutuhkan sebuah upaya untuk mensejahterakan masyarakat dengan tetap menjaga "kewarasan" para perempuan dan menjaga keutuhan bangunan keluarga. Sebab, keluarga yang utuh dan tidak "broken" adalah kebutuhan utama bagi lahirnya generasi -- generasi tangguh.

Jadi, masihkan Anda befikir bahwa isu pemberdayaan perempuan relevan dengan kesejahteraan perempuan?

Wallahua'lam bish showab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline