Mendekati tahun politik, hiruk pikuk diskursus masalah politik menjadi sesuatu yang sering dilontarkan. Beberapa pihak menyebutkan, jangan pisahkan antara agama dan politik. Beberapa pihak yang lain menyebutkan, jangan bawa - bawa agama dalam masalah politik. Lantas bagaimana Islam memandang masalah politik?
Di dalam Islam, politik secara istilah memiliki makna mengurusi urusan umat di dalam negeri dengan syariat Islam serta menyebarkan Islam ke luar negeri dengan dakwah dan jihad. Jadi, di dalam Islam, aktivitas politik tidak bisa dipisahkan dengan agama. Bahkan, istilah politik memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan penerapan Islam baik di dalam maupun di luar negeri. Oleh karena itu, sepanjang masa kekhilafahan Islam, selama kurang lebih 1300 tahun, aspek politik tidak pernah dipisahkan dari aspek agama.
Hanya saja, ketika sistem kapitalisme dengah ruhnya fasluddin 'anil hayyah (memisahkan agama dari kehidupan) atau sekularisme mendominasi sistem kehidupan, maka wacana pemisahan politik dari aspek agama mencuat dan semakin kuat. Sebab, di dalam kapitalisme - sekularisme memang mengadopsi sebuah ide pemisahan antara agama dan kehidupan serta pemisahan agama dan Negara. Tentu, secara konsep, pemahaman ini bertentangan dengan pemahaman politik di dalam Islam.
Di dalam Islam, politik bukan hanya berbicara aspek kekuasaan. Akan tetapi, lebih dari itu. Di dalam Islam, berbicara masalah politik berarti berbicara bagaimana negara memberikan pelayanan terbaik kepada umat, baik muslim maupun non - muslim. Di dalam Islam, membahas masalah politik berarti membahas bagaimana negara memberikan jaminan keamanan, pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan kepada seluruh rakyatnya, baik muslim maupun non - muslim, baik kaya maupun miskin. Dan di dalam Islam, mendiskusikan masalah politik berarti mendiskusikan bagaimana menjadikan negara memiliki pengaruh dalam konstelasi politik internasional serta bagaimana menjadikan negara sebagai mercusuar peradaban.
Wallahua'lam bish showab
