Lihat ke Halaman Asli

Lilik Ummu Aulia

Creative Mommy

Mampukah UU TPKS Menyelesaikan Kekerasan Seksual?

Diperbarui: 14 April 2022   23:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

RUU TPKS (Tindak Pindana Kekerasan Seksual) akhirnya disahkan menjadi UU pada 12/04/2022. Tepuk gemuruh pun mewarnai gedung DPR saat RUU TPKS disahkan menjadi UU.

UU yang berisi sekitar 93 pasal ini, disusun untuk mencegah tindakan kekerasan seksual yang berfokus pada perlindungan terhadap korban. Bahkan, sejumlah ganti rugi berdasarkan putusan pengadilan juga akan diberikan kepada korban yang berasal dari harta pelaku kekerasan seksual.

Meskipun banyak perhatian yang diberikan oleh UU TPKS ini, hanya saja UU ini tidak akan mampu secara tuntas menghapuskan kekerasan seksual. UU ini juga tidak akan mampu melindungi generasi dari bahaya seksual bebas yang menjadi salah satu pemicu tindak kekerasan seksual di luar pernikahan.

Yang menjadi fokus UU ini adalah jika aktifitas seksual dilakukan dengan paksaan. Akan tetapi, jika aktifitas seksual dilakukan atas dasar suka sama suka, maka kejahatan seksual tidak akan pernah bisa dijerat oleh UU ini. Sebaliknya, UU ini bisa digunakan sebagai dalih untuk membenarkan aktifitas seksual di luar pernikahan. 

Aktifitas pelacuran pun tidak akan terjerat UU ini, jika aktifitas ini dilakukan atas dasar sukarela, bukan karena paksaan. Alhasil, UU ini memiliki sejumlah titik kritis yang butuh diwaspadai justru mendorong pergaulan bebas dan aktifitas seksual di luar pernikahan (perzinahan).

Hal ini tentu berbeda dengan cara Islam dalam menuntaskan tindak kekerasan seksual. Perlindungan berlapis diberikan kepada masyarakat agar mereka tidak terjerumus dalam tindak kekerasan seksual baik sebagai korban maupun pelaku.

Di dalam Islam, aktifitas seksual hanya halal dilakukan dalam hubungan pernikahan. Artinya, bentuk kekerasan seksual yang terjadi di luar pernikahan sudah diputus dengan peraturan yang demikian. Jika ada masyarakat yang melanggar hukum ini, maka sanksi tegas akan diberikan.

Bagi pelaku yang ghoiru muhson (belum menikah) akam dijilid (dicambuk) 100 kali dan hukuman dilakukan di hadapan publik untuk memberikan efek jera. Sedangkan bagi pelaku yang sudah menikah (muhson) akan dirajam hingga mati dan pelaksanaan hukuman dilakukan di hadapan publik agar tindak kejahatan tidak diikuti oleh yang lain.

Selain tindakan di atas, perlindungan akan diberikan oleh negara. Hal ini bertujuan agar masyarakat tidak terpapar tindak kejahatan seksual. Pendidikan dan pembinaan akan diberikan kepada masyarakat mulai jenjang dasar hingga tinggi untuk memahamkan masyarakat tentang nilai-nilai luhur dan ajaran Islam. Terlebih, berbagai media yang mengantarkan masyarakat melakukan pornoaksi dan pornografi akan dihentikan. 

Alhasil, sebuah masyarakat dengan akhlak yang mulia dan menjaga kehormatan akan terbentuk. Dengan mekanisme seperti ini, angka kejahatan seksual akan dapat ditekan seminim mungkin dan terselesaikan dengan tuntas.

Wallahu a'lam bish showab

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline