Lihat ke Halaman Asli

Liliek Purwanto

TERVERIFIKASI

penulis

Ketika Anak IPS Berani Menerima "Order" Service Laptop

Diperbarui: 18 Mei 2020   06:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: Pexels.com/Athena

"Menjaga kepercayaan orang itu pekerjaan amat berat, maka peliharalah ia sebelum orang tak lagi memercayai kita."

Yang namanya anak IPS itu ya kebanyakan seperti saya ini. Jangankan membongkar komputer atau alat elektronik lainnya, melihat lilitan kabel warna-warni aja sudah pening kepala. Bagaimana pula jika harus mengutak-atik berbagai komponen elektronik yang bentuknya aneh-aneh itu?

Namun kondisi kepepet seringkali mendatangkan kreativitas, atau setidaknya menambah keberanian, atau bahkan mewujudkan kenekatan. Ketika pandemi virus Corona dan pelbagai pembatasan dan kewaspadaan memenjarakan badan, tinggal di rumah adalah pilihan yang paling aman. Persoalan-persoalan yang timbul sedapat mungkin diselesaikan di rumah saja.

Dipepet oleh Kebutuhan dan Keadaan

Mulanya, sejak diberlakukannya social distancing, kebutuhan laptop meningkat di rumah kami hingga membuat alat pintar itu menjadi barang langka. Kemudian muncul semacam gagasan untuk mencoba menggunakan netbook bulukan yang akhirnya bisa saya fungsikan kembali meskipun dengan banyak keterbatasan. Kisahnya telah saya tuturkan dalam "Bila Seorang Penulis Tak Bisa Menyelesaikan Tulisannya".

Memang tidak semua permasalahan si laptop kecil nan butut itu teratasi meskipun sudah coba direparasi beberapa kali, seperti kondisi papan ketik (keyboard) yang tetap tak membaik. Namun "kisah keberanian" saya mencongkel-congkel komputer mini itu mendatangkan rasa percaya diri yang lumayan tinggi. Setidaknya kini saya bisa mengatakan kepada dunia, "Ini lho saya, berani membongkar laptop."

Namun mohon tetap diingat, saya hanya sedikit paham cara membongkar. Kalau soal mbalikin-nya ya jelas nggak ada jaminan.

Ternyata, kisah utak-atik laptop itu berlanjut. Beberapa waktu berikutnya, sejumlah "pasien" mendadak mengantre di depan saya, seseorang yang pura-pura menjadi montir yang sangat amatir. Bukan datang dari mana-mana, sih. Cuma pasien dalam negeri, yakni peralatan milik anggota keluarga sendiri.

Pasien pertama, sebuah laptop yang biasa digunakan anak perempuan saya menyalurkan hobinya menulis cerita dan membikin komik. Mungkin si laptop sudah terlalu penat karena makin jarang beristirahat. Maka, layarnya enggan memunculkan gambar atau tulisan apa pun selain kalimat dalam bahasa Inggris yang menyatakan bahwa dirinya dalam kondisi sakit.

Jika dalam situasi normal, saya tak kan berani menyentuh laptop ini. Bukannya si laptop menjadi baik, bisa jadi malah komplikasi. Biasanya saya hanya akan menawarkan satu solusi, "Nanti kita bawa ke tukang service ya, Nak."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline