pixabay.com
Kita merasa lazim saja menyaksikan orang kaya tertawa gembira. Jamak pula melihat orang melarat bermasam muka. Sesekali kita tergemap sesaat mendapati senyum mengembang di bibir kaum papa. Serasa ada yang ganjil, seakan-akan golongan marginal tak berhak menyandang atribut bahagia.
Adakalanya tidak terpikirkan oleh nalar manusia, cleaning service di kantor-kantor tampak riang dalam cakap angin membincang apa saja. Justru para eksekutif di gedung yang sama acap kali uring-uringan, murka entah kepada siapa. Bukankah kemapanan hidup telah tergenggam di tangan? Haruskah batin selalu dirundung cemas yang berlebihan?
Tukang parkir, buruh bangunan, penjual siomay keliling atau tukang asongan harus berjibaku mengumpulkan sereceh demi sereceh pendapatan. Tak jarang di balik kelelahan fisik terlukis di wajah semburat kegembiraan. Kata orang bijak, itulah matematika Tuhan. Sungguh berbeda ketika manusia yang membuat hitung-hitungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H