Rintik di Senja Hari
Hujan mulai turun perlahan. Rintik-rintik halus menyapa tanaha kering, menyebarkan aroma petrikor yang menenangkan. Dibalik jendela kamar, saya menatap tetesan air yang jatuh perlahan membasahi kaca. Baginya, hujan selalu membawa kenanga.
Saya teringat masa kecil, ketika saya berlari bersama kawan saya ditengah hujan. Teman saya tertawa dan menari tanpa peduli akan basahnya. Mereka berdua berlomba menagkap tetesan hujan di telapak tangan seperti mencoba merasakannya.
Kini, diusia nya yang sudah dewasa, saya hanya bisa mengenang teman saya yang telah jauh disana. Setiap kali hujan turun, ia merasa seperti terdengar bisikan lembut saya ,mengingatkan untuk tetap kuat. Tetesan air jendela, seperti sapaan rindu dari saya.
Saya membuka jendela, membiarkan udara dingin masuk. Dia merasakan satu tetes hujan jatuh ditelapak tangannya, membiarkannya mengalir pelan. Satu tetes saja namun cukup. Dan untuk sesaat, dibawah rintikan hujan, ia terseyum. Hujan tak lagi terasa sepi.
Saat hujan mulai reda, saya menatap jalanan yang kini terlihat basah dan berkilau. Saya terseyum kecil. Disana di bawah langit kelabu dan geericik hujan yang pelan, saya menemukan ketenangan. Hujan tak lagi membuatnya terasa kehilangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H