Tuhan pernah beri kami kesempatan tinggal di suatu perumahan mewah. Di sana, saya punya kesempatan mengobservasi orang-orang kaya. Ternyata, mereka punya pakaian dalam jumlah banyak. Dan umumnya, frekuensi dan daya beli pakaian mereka sangat tinggi.
Di masa remaja, saya tergila-gila pada fashion. Maklumlah ABG dan sedang puber. Sekarang, saya mendukung reuse pakaian bekas. Dengan berburu pakaian bekas dari sumbernya langsung, saya dapat menghemat uang.
Saat orang-orang kaya itu mengetahui prinsip reuse saya, maka berdatanganlah pakaian-pakaian bekas ke rumah kami. Dalam jumlah yang luar biasa! Disamping itu, pakaian baru pun sering kami terima.
Ketika menyortir pakaian-pakaian hibah tersebut, sering saya temukan pakaian-pakaian baru di antara yang bekas. Ada pakaian yang masih lengkap dengan price tag dalam dollar. Bahkan suatu kali saya temukan 4 buah bra yang total harganya Rp 1,7 juta. Wow!
***
Saya terkesan dengan konsep Oxfam. Mereka bukan sekedar toko yang menjual barang-barang bekas, tetapi menjadi saluran berkat.
Tulisan tersebut saya temukan dalam artikel Oxfam Shop, Sulap Thrifting Jadi Caritas. Dimana penulis menceritakan pengalaman berbelanjanya di Jerman.
Di satu sisi, thrifting amat membantu mereka yang ingin menghemat uang. Selain itu, thrifting menjiwai konsep 3R, reuse. Memperpanjang umur pakai suatu barang sebelum nilai gunanya menjadi 0.
Di sisi lain, thrifting dapat mematikan rejeki UMKM dalam negeri. Kualitas bahan pakaian-pakaian bekas impor cukup baik, mereknya terkenal, modelnya unik-unik, jumlahnya terbatas, dan harganya miring. Hal inilah yang membuat UMKM Indonesia tenggelam dalam persaingan.
Mempertimbangkan hal itu, pemerintah melarang penyeludupan dan impor ilegal pakaian bekas. Yang tujuannya untuk melindungi industri tekstil dalam negeri. Untuk lebih detail, silahkan baca di Alasan Utama Pelarangan Impor Pakaian Bekas yang Perlu Diketahui.
Larangan tersebut sangat tepat. Penyeludupan dan impor ilegal pakaian bekas berpotensi menyebarkan penyakit. Efek terhadap UMKM, peluang mereka berkarya dan mendapatkan konsumen lebih besar. Dengan demikian, lowongan pekerjaan tetap ada, dan roda perekonomian Indonesia dapat berputar dengan lancar.